Soal Putusan MK Batasan Usia Cawapres, Pengajar STH: Jika Dikabulkan, Meneguhkan Politik Dinasti

Putusan MK Batasan Usia Cawapres
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti.(Foto: Tangkapan layar Youtube).

Bagikan

JAKARTA,TM.ID: Gugatan batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) dari 40 tahun menjadi 35 tahun akan diputuskan hari ini, Senin (16/10/2023) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Anwar Usman.

“Kalau yang terjadi adalah skenario kedua atau ketiga alias dikabulkan permohonannya, maka menurut saya MK sudah bermasalah dalam dua hal. Pertama dia meneguhkan politik dinasti yang bahkan sudah jauh lebih parah dari zaman Soeharto,” kata Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti dalam webinar bertajuk ‘Ancaman Politik Dinasti Menjelang Pemilu 2024?’, Minggu (15/10/2023).

Menurut ia, jika MK sampai mengabulkan batasan usia cawapres jadi 35 tahun sangat mengakomodasi kepentingan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pemilu 2024 mendatang.

Ia juga menjelaskan, ada tiga jenis kemungkinan keputusan yang diberlakukan MK soal batasan usia cawapres.

“Pertama, yaitu menolak gugatan atau batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun. Model kedua adalah turun menjadi 35 tahun. Ketiga, batas usia tetap 40 tahun tetapi ditambahkan frasa ‘dan atau pernah menduduki jabatan publik sebelumnya,” jelasnya.

BACA JUGA: Putusan MK: Masa Jabatan Pimpinan KPK Tetap 5 Tahun, Tuntutan MAKI Ditolak!

Ia pun juga menilai, regresi demokrasi saat ini sangat luar biasa, untuk meneguhkan sebuah dinasti politik ditempuh lewat jalur  peradilan.

“Kenapa saya berani bilang begitu? Kawan-kawan sekalian, sekarang ini lebih parah, karena paling tidak, dengan tetap mengkritik orde baru, tetap mengkritik Soeharto, tapi sekarang menggunakan badan peradilan. Itu pukulan yang luar biasa. Regresi demokrasi yang luar biasa untuk meneguhkan sebuah dinasti politik,” tegasnya.

Lebih jauh ia menilai, kondisi saat ini lebih parah dibandingkan zaman Presiden Soeharto. Nepotisme seperti penunjukan keluarga atau kerabat menduduki jabatan publik tidak melalui lembaga peradilan.

“Sekarang ini sudah luar biasa hancur karena hubungan kekerabatan digunakan untuk meloloskan dinasti politik presiden yang tengah menjabat,” tukasnya.

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Hobi mengupil
Hobi Ngupil Bisa Berisiko?
Jonatan Christie
Takluk dari Antonsen, Jonatan Christie Runner-Up China Masters 2024
Dapat Gelar Man Of The Match Hingga Pimpin Viking Clap
Dapat Gelar Man Of The Match Hingga Pimpin Viking Clap, Kevin Mendoza Sampaikan Isi Hatinya
Mateo Kocijan absen
Dapat 4 Kartu Kuning, Mateo Kocijan Terpaksa Absen 1 Pertandingan
C2ED7629-D0C4-40F7-ADC5-E2406CEE1D5A
Gunung Dempo Meletus, Jalur Evakuasi Warga Disiapkan
Berita Lainnya

1

7 Fakta Penting Pernikahan Nissa Sabyan dan Ayus yang Menghebohkan Publik

2

Password Wifi MCD Terbaru 2024!

3

Daftar Pajak Isuzu Panther, Semua Tipe Lengkap!

4

Hampir Mirip, Ini Perbedaan Gejala Herpes dan Gigitan Tomcat

5

Tespek Positif Belum Tentu Hamil? Ini Penjelasannya
Headline
Verstappen Masuk Daftar Legenda Formula 1
Raih Gelar Juara Dunia, Verstappen Masuk Daftar Legenda Formula 1
Bojan Hodak Singgung Kerasnya Lapangan Stadion GBLA
Dedi Kusnandar Mengalami Cedera, Bojan Hodak Singgung Kerasnya Lapangan Stadion GBLA
Gubernur Bengkulu Ikut Terjaring OTT KPK
Gubernur Bengkulu Ikut Terjaring OTT KPK
Ini Alasan Persib Memarkir David da Silva
Dan Terjadi Lagi, Ini Alasan Persib Memarkir David da Silva