BANDUNG, TM.ID: Sejarah Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang tengah viral karena ajaran kontroversialnya.
Simak dalam artikel ini mengenai sejarah awal berdiri pesantren Al Zaytun sebagai tempat memperdalam agama.
Panji Gumilang mendirikan pesantren ini dengan mengusung motto “Al Zaytun Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian Menuju Masyarakat Sehat, Cerdas, dan Manusiawi.”
Mereka mengklaim tempat ini milik umat Islam bangsa Indonesia dan bangsa lainnya yang ada di penjuru dunia. Timbul dari umat, oleh umat, dan untuk umat.
BACA JUGA: Ponpes Al-Zaytun Miliki Aliran Dana Lebih Dari Setengah Triliun!
Ringkasan Sejarah Ponpes Al-Zaytun
Pesantren ini Dibangun dengan nama resmi Mahad Al Zaytun, awalnya berdiri tahun 1993 silam.
Melansir situs resmi Mahad Al Zaytun, ponpes ini diresmikan Presiden RI, BJ Habibie dan setelahnya mulai aktif pada tahun 1999.
Sebelum resmi menjadi tempat pendidik para santri, Panji Gumilang kerap mencari luas tanah untuk membangun pesantren besutannya.
Barulah Panji menemukan lahan yang cocok untuk dibangun sebuah pesantren di desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Tanah yang sudah terbangun menjadi pesantren, mulanya hanya sebuah tanah tandus sehingga Panji membelinya dengan harga yang cukup murah. Panji bisa membeli tanah itu dari hasil gaji dan wakaf yang diberikan 60 temannya.
Kontroversi dan demo Masyarakat
Selama beroperasi, Ponpes Al Zaytun selalu membuat kontroversi publik, salah satunya mempersatukan pria dan wanita, menebus dosa berzina dibayar dengan uang.
Lantas akhirnya menimbulkan kegaduhan di masyarakat sampai massa melakukan demo di depan Al Zaytun pada Kamis (15/6/2023).
Pendiri NII Crisis Center atau Pusat Rehabilitasi Korban NI, Ken Setiawan ikut berdiri pada barisan massa aksi yang berdemonstrasi mengepung pesantren ini.
Mereka mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk menindak ajaran sesat di dalam Ponpes Al Zaytun.
Serta para massa menuntut agar kasus dugaan seksual Al Zaytun dituntaskan secara serius oleh para petinggi ponpes.
(Saepul/Aak)