BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Jika gangguan tiroid, termasuk hipotiroidisme kongenital tidak segera mendapatkan penangan sejak dini, dapat mengakibatkan
disabilitas intelektual.
Hipotiroid kongenital merupakan kondisi di mana tubuh tidak memproduksi atau mengalami kekurangan hormon tiroid sejak masa janin dalam kandungan.
Menurut Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA), Prof. Aman Bhakti Pulungan, hipotiroidisme kongenital bisa berdampak serius pada perkembangan mental dan fisik anak bila tidak dideteksi sedini mungkin.
“Oleh karena itu, program skrining bayi baru lahir adalah kunci untuk penanganan yang efektif. Saat ini, Indonesia tengah mengoptimalkan program nasional Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir guna mencegah potensi beban keluarga pasien dan negara yang muncul akibat dampak dari disabilitas intelektual,” kata Aman kepada wartawan, dalam Peluncuran White Paper Tiroid bersama Merck di Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).
Jika tidak ada program skrining untuk bayi baru lahir, diperkirakan sekitar 32.000 anak di Indonesia yang mengalami hipotiroid kongenital tidak akan mendapatkan perawatan setiap tahun, sehingga risiko disabilitas intelektual menjadi sangat tinggi.
Aman menjelaskan meskipun tidak semua penyakit bisa dicegah, skrining pada bayi baru lahir dapat mengubah masa depan mereka. Ia mencontohkan anak dengan hipotiroid kongenital yang tidak menjalani skrining akan memiliki kualitas hidup yang berbeda dibandingkan dengan anak yang diskrining dan ditangani sejak dini.
Anak yang Tidak Ditangani Sejak Dini Berpotensi Memiliki IQ Rendah
Beberapa tanda yang kerap terlihat pada pasien hipotiroid kongenital yang tidak diskrining sejak lahir antara lain:
- Perkembangan lambat.
- Kesulitan berbicara.
- Lebih sering bermain ponsel dan menonton TV.
- Tinggi badan 124 cm dan berat badan 46 kg, di bawah standar sesuai usianya.
- Di usia 20 tahun, memiliki IQ di bawah 70 atau di bawah rata-rata.
Contoh kasus ini terlihat pada seorang pasien perempuan yang tidak menjalani skrining sejak lahir dan baru menjalani terapi saat berusia 10 tahun.
Pasien yang Ditangani Sejak Lahir Memiliki Kualitas Hidup Lebih Baik
Sebaliknya, pasien hipotiroid kongenital yang menjalani skrining sejak lahir dan mendapat terapi sejak dini cenderung memiliki kualitas hidup yang optimal.
Contoh kasus adalah seorang anak laki-laki berusia 9 tahun yang menjalani skrining sejak lahir dan segera mendapat terapi setelah terdiagnosis. Anak ini tidak mengalami disabilitas intelektual dan mampu tumbuh sesuai usianya.
BACA JUGA: Pakar Unair Tanggapi Kanker Ovarium pada Bayi!
Anak tersebut mampu mengikuti proses belajar di sekolah dan bahkan meraih prestasi baik di bidang akademis maupun non-akademis. Tinggi badannya 138 cm dan beratnya 40 kg, sesuai standar usianya. Di usia 9 tahun 6 bulan, ia memiliki IQ 127, yang berada di atas rata-rata.
(Virdiya/Usk)