BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Smartwatch sering disebut sebagai teman hidup sehat: memantau langkah, detak jantung, tidur, hingga VO₂ Max. Namun, seberapa akurat data itu sebenarnya?
Menurut kanal YouTube ABC News (Australia), pelacak langkah pada smartwatch relatif akurat berkat sensor akselerometer dan gyroscope. Tetapi, begitu masuk ke fitur kompleks seperti detak jantung saat olahraga, kalori terbakar, atau VO₂ Max, tingkat akurasi mulai goyah.
Dalam pengujian, smartwatch Garmin mencatat VO₂ Max sekitar 10% lebih rendah dari alat laboratorium medis.
Penghitungan kalori juga rawan meleset karena hanya mempertimbangkan data umum seperti usia, berat badan, dan detak jantung, tanpa faktor metabolisme atau kesehatan individu.
Tekanan darah dan kualitas tidur pun masih sering salah tafsir misalnya, salah membedakan tidur ringan dengan tidur nyenyak.
Meski begitu, data dari smartwatch bukan berarti tak berguna. Banyak orang justru termotivasi untuk lebih aktif berkat grafik dan angka yang tampil di layar.
Namun, Profesor Sophia Nimphius mengingatkan, terlalu fokus pada angka harian bisa memicu stres ketika hasil tak sesuai ekspektasi.
Baca Juga:
Garmin Epix Pro, Jam Tangan Pintar Tangguh di Segala Medan
Penelitian Stanford University (2017) mencatat semua smartwatch memiliki error rate di atas 27% untuk kalori terbakar.
Studi Journal of Medical Internet Research (2024) juga menemukan Apple Watch Series 7 memiliki margin kesalahan VO₂ Max sebesar 16% dibandingkan alat medis.
Kesimpulannya, smartwatch sebaiknya digunakan sebagai panduan tren jangka panjang, bukan patokan harian. Dengarkan sinyal tubuh seperti rasa lelah atau pola tidur terganggu, seringkali lebih valid daripada angka digital.
Teknologi tak harus sempurna untuk berguna, asalkan kita paham batasnya. Karena pada akhirnya, yang paling tahu kondisi tubuhmu, ya kamu sendiri.
(Daniel Oktorio Saragih-Ilmu Komunikasi UNIBI/Budis)