BANDUNG,TM.ID: Berbagai kalangan masih menyoroti soal lokasi Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanady menyampaikan soal kalau TPPAS Sarimukti dulu memang masih jadi solusi. Tapi setelah kejadian leuwigajah Cimahi, wilayah Bandung Raya jadi lautan sampah.
TPPAS sebetulnya kata Daddy hanya mampu menampung sampah sebanyak 1.800 ton per hari. Namun kenyataannya total volume sampah yang sudah masuk mencapai 3.500 ton per hari. Artinya TPPAS Sarimukti overload.
‘’Maka bisa dipastikan Sarimukti overload dan sekarang sudah melebihi daya tampung,’’ ucap Daddy dalam keterangannya.
Awalnya TPPAS Sarimukti masih dalam batas toleransi, mau itu dari sisi parameter fisika, kimia organik maupun anorganik.
Sementara itu berdasarkan dari data Balai Pengujian Mutu Konstruksi dan Lingkungan Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, yang diterbitkan tanggal 12 Februari 2016, parameter fisika zat padat terlarut inlet 13.040 mg/L dan outlet 9.370 mg/L. Padahal, berdasarkan SNI.06.6989.27-2005, batas kadar maksimumnya ada pada kisaran 2.000-4.000 mg/L.
“Pada parameter kimia anorganik, amonia nitrogen inlet adalah 306 mg/L dan outlet 328 mg/L. Padahal berdasarkan APHA Ed 21 2005, 4500NH3C kadar maksimumnya adalah 5-10 mg/L. Di parameter kimia organik, kadar BOD5 inlet 1.148 mg/L outlet 142 mg/L. Padahal, kadar maksimumnya berada pada kisaran 50-150 mg/L,” kata dia.
“Jadi ada hal yang dianggap paling parah, yakni kadar COD/KOK. Hasil pengujian inlet 5.099 mg/L dan outlet 2.145 mg/L,’’ lanjut Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat ini.
Selain itu angka yang dimaksud masih jauh dari atas kadar maksimum toleransi yang hanya 100-300 mg/L.
BACA JUGA: Kuota Pengiriman Sampah Kota Bandung ke TPA Sarimukti Bertambah
Sebetulnya berdasarkan dari hasil pengujian yang diterbitkan tanggal 7 September 2016, tinggal dua masalah yang masih harus diperhatikan secara serius.
“Kadar BOD inlet masih 319 mg/L dan outlet 95,2 mg/L, padahal kadar maksimum untuk zat organik ini 150 mg/L. Kadar COD/KOK inlet 5.090 mg/L dan outlet masih 2.016 mg/L, padahal kadar maksimumnya 300 mg/L,” terangnya.
Maka dengan kondisi yang seperti itu, masih ada sejumlah pekerjaan bagi Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) yang awalnya di bawah Dinas Permukiman dan Perumahan dan sekarang beralih ke Dinas Lingkungan Hidup.
Daddy menjelaskan kalau TPPAS Sarimukti memang saat ini menjadi sorotan pasca kebakaran hebat yang melanda Kawasan tersebut. Akibatnya Bandung Raya pun menjadi darurat sampah.
Kata dia kalau misalnya dikaji soal sampah Sarimukti, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan pupuk. Tapi dibutuhkan anggaran yang besar utnuk pengadaan peralatan dengan teknologi yang memadai.
Ketika Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat melakukan pembatasan pembuangan sampah ke Sarimukti, secara tidak langsung membuat masalah sampah di Bandung Raya khususnya semakin rumit.
Ditambah dengan adanya TPPAS Legok Nangka yang hingga kini masih belum jelas kapan lahan tersebut bisa dimanfaatkan. Lelang investasi beberapa kali gagal, bahkan saat pemenang sudah ada ternyata pemenangnya wanprestasi.
BACA JUGA: Pemkot Bandung Dorong Pemprov Jabar Pengoperasionalan TPAS Legok Nangka
‘’Alhasil pengoperasian TPPAS Regioanal Legok Nangka pun molor dan molor,’’ ungkap Daddy.
Terbaru memang Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana akan membangun tiga hingga empat TPPAS Regional.
Adapun titik TPPAS Regional itu adalah Lulut Nambo yang memiliku luas 55 hektare untuk wilayah Bogor Raya. Legok Nangka hampir 100 hektar yang akan melayani Bandung Raya. Ada juga Ciwaringin dengan luas 40 hektar untuk Cirebon Raya. Kemudian ada juga lokasi untuk wilayah Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.
Namun Daddy menyayangkan hingga kini Lulut Nambo dan Legok Nangka belum juga dioperasikan.
‘’Sayangnya Lulut Nambo dan Legok Nangka belum juga beroperasi seperti yang diharapkan,’’ kata dia.