BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Sachsenring berubah jadi ladang kekacauan. Begitulah kira-kira gambaran Grand Prix Jerman 2025 menurut Brad Binder.
Di tengah gelombang insiden yang membuat 18 pembalap tersingkir, pebalap KTM itu menyamakan balapan di Sachsenring dengan ujian ketahanan, bukan sekadar adu cepat.
“Hari ini, yang terpenting adalah tetap berdiri. Finis saja sudah terasa seperti menang,” ucap Binder.
Balapan yang digelar dalam 30 putaran ini meninggalkan jejak sejarah, hanya 10 pembalap yang berhasil menyentuh garis finis, catatan terburuk dalam lebih dari satu dekade terakhir, sejak Grand Prix Australia 2011.
Binder sendiri sebenarnya tidak puas. Ia memulai dari posisi ke-9 dan finis di urutan ke-7. Jaraknya? Hampir 25 detik dari Marc Márquez yang keluar sebagai juara.
Namun, melihat banyaknya motor tergelincir, Binder lebih memilih untuk bersyukur daripada mengeluh.
Baca Juga:
CEO Ducati Ungkap Alasan Kecelakaan Marc Marquez di MotoGP Spanyol
Binder mengaku betul-betul kesulitan di atas motor RC16 miliknya. Terutama saat bergabung dalam rombongan besar, tekanan ban depan melonjak, membuat kendali semakin sulit.
“Balapan ini panjang, dan kondisi lintasan benar-benar kacau. Rasanya seperti selalu ada pembalap yang jatuh di Tikungan 1. Sulit sekali menjaga ban depan tetap bisa ‘bernafas’,” jelasnya.
Brad Binder menjadi satu-satunya wakil KTM yang berhasil membawa motor hingga akhir, sementara Pedro Acosta tumbang di lap ke-4, Maverick Vinales batal start karena cedera bahu usai kualifikasi dan Enea Bastianini absen karena sakit.
Situasi ini menjadikan Binder bukan hanya sebagai pembalap, tapi penjaga muka tim di hari di mana sebagian besar grid tak mampu bertahan.
Sachsenring 2025 tidak akan dikenang karena kecepatan tertinggi atau aksi salip-menyalip dramatis. Balapan ini akan diingat karena tingginya korban, kerasnya lintasan, dan fakta bahwa bertahan lebih penting dari sekadar podium.
Brad Binder mungkin tidak naik ke atas panggung kehormatan, tapi ia keluar dari kekacauan sebagai salah satu dari sedikit penyintas dan itu, di mata banyak orang, sudah cukup heroik.
(Budis)