BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Bencana pergerakan tanah yang melanda Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes masih terus berlangsung. Hingga Minggu (20/4/2025), tercatat sebanyak 109 rumah mengalami kerusakan berat.
Plt Kepala Pelaksana BPBD Brebes, Supriyadi, menyampaikan bahwa kemarin jumlah rumah rusak berat tercatat sebanyak 107 unit. Seiring masih terjadinya pergeseran tanah jumlah tersebut bertambah 2 unit rumah, sehingga total ada 109 rumah yang rusak berat.
“Pergerakan tanah masih berjalan, ada penambahan dua rumah rusak berat. Total pengungsi saat ini mencapai 367 jiwa,” jelas Supriyadi seperti dikutip Terfopongmedia, Minggu (20/4/2025).
BACA JUGA:
Update Bencana Pergerakan Tanah di Cikondang, Tanah Amblas Hingga Kedalaman 4 Meter
90 Rumah Terdampak Pergerakan Tanah di Kampung Margamulya Tasikmalaya
Ada empat wilayah yang terdampak tanah bergerak di Desa Mendala, yakni Dukuh karanganyar, Babakan, Cupang Bungur dan yang paling parah di Dukuh Krajan. Para pengungsi kini dipusatkan di Pedukuhan Munggah, Desa Mendala. Namun tidak semuanya berada dalam satu titik. Dari total pengungsi, sebanyak 116 orang menempati pos pengungsian, sementara sisanya tersebar di rumah-rumah kerabat baik di Desa Mendala maupun di desa tetangga.
Kecamatan Sirampog disebut sebagai salah satu kawasan rawan tanah bergerak di Kabupaten Brebes. Supriyadi menegaskan bahwa hasil kajian dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa kondisi tanah di kawasan tersebut tergolong labil. Ini menjadi alasan utama perlunya langkah relokasi sebagai solusi jangka panjang.
Oleh karena itu, pemerintah daerah menetapkan relokasi warga sebagai prioritas utama penanganan bencana. Namun, Supriyadi mengakui bahwa proses relokasi tidak bisa dilakukan secara instan karena melibatkan banyak aspek, termasuk pencarian lahan yang aman dan layak huni.
“Saat ini kami sedang berupaya mencari lahan untuk relokasi. Opsi pertama adalah menggunakan tanah milik pemerintah sebagai hunian sementara. Jika nanti ditemukan tanah milik masyarakat yang bisa dibeli dan dinyatakan aman, maka itu bisa menjadi hunian tetap,” katanya.
Menurut Supriyadi, sementara waktu pemerintah akan membangun hunian sementara agar warga tidak terlalu lama tinggal di pengungsian. Namun, tantangan utama bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga sosial. Sebagian warga, lanjutnya, masih enggan mengungsi karena keterikatan emosional terhadap tanah yang sudah ditinggali secara turun-temurun.
“Banyak warga masih enggan pindah karena itu tanah nenek moyang mereka. Kecuali rumahnya benar-benar roboh, baru mereka bersedia dievakuasi,” ujarnya.
(Usk)