BANDUNG,TM.ID: Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I menyerahkan tersangka dan barang bukti (P-22) terkait proses penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Tersangka atas nama ES di Kejaksaan Negeri Purwakarta, Jalan Siliwangi No.25, Nagri Kidul, Purwakarta, (Rabu 28/2) lalu.
BACA JUGA: Pajak Jabar I Resmikan Tax Center ke-24 di UNINUS
Berkas perkara penyidikan ES telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum 5 Desember 2023. Ia melakukan tindak pidana perpajakan di tahun 2018.
Tersangka ES sebagai Direktur Utama dan pemilik PT ATM selama kurun waktu tersebut tidak menyetorkan sebagian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungutnya, tidak melaporkan SPT Masa PPN, dan menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar untuk masa-masa pajak antara Januari s.d. Desember 2018.
Sebelum dilakukan penyidikan upaya penegakan hukum tindak pidana perpajakan berupa Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan, Kantor Pelayana Pajak (KPP) telah melakukan pengawasan dan upaya persuasif melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan Atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Namun, tersangka tidak meresponnya.
“Perbuatan tersangka menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp616.186.224,00 (enam ratus enam belas juta seratus delapan puluh enam ribu dua ratus dua puluh empat rupiah), selanjutnya perkara akan dilanjutkan ke persidangan oleh Kejaksaan,” ungkap Kepala Kanwil Jawa Barat I Kurniawan Nizar.
Nizar mengatakan tersangka disangkakan melakukan tindak pidana sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Lebih lanjut, Nizar mengatakan, DJP selalu mengedepankan asas Ultimum Remedium dalam setiap penanganan perkara dugaan tindak pidana di bidang perpajakan. Penegakan hukum tindak pidana perpajakan adalah pilihan terakhir bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengamankan penerimaan negara di sektor Perpajakan.
“DJP tetap membuka kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 44B UU KUP dan perubahannya, yaitu melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,” ungkapnya.
BACA JUGA: DJP Perjelas Teknis Pengaturan Pajak UMKM
Ia menambahkan, “Dalam hal Wajib Pajak menggunakan haknya tersebut maka terhadap tersangka akan dibebaskan dari penuntutan pidana pajak,” imbuhnya.
Nizar pun mengimbau para wajib pajak khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk senantiasa menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(RF/Masnur)