BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Sebanyak 1.769 masyarakat adat Baduy kembali melaksanakan ritual adat tahunan mereka, Seba, pada Sabtu (3/5/2025). Tradisi yang berlangsung dari wilayah selatan Banten ini bukan sekadar prosesi budaya, tetapi juga menjadi momentum menyuarakan kebutuhan mendesak ketersediaan obat anti bisa ular (ABU) di fasilitas kesehatan sekitar kawasan Baduy.
Ribuan warga yang tinggal di kawasan hutan ini menyampaikan aspirasi langsung kepada pemerintah, karena gigitan ular menjadi ancaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi, akses menuju fasilitas kesehatan masih sangat terbatas.
“Tradisi kami budaya tadi kami kemungkinan ketika masyarakat bertani, kami bertani di leweung kami khusus hayang dikhususkan anti bisa,” ujar Jaro Oom, sebagai perwakilan masyarakat.
Dalam bahasa yang sarat makna, Oom menekankan bahwa kegiatan bertani di hutan (leuweung) membawa risiko tinggi terhadap gigitan ular berbisa. Itulah sebabnya, permintaan ini bukan basa-basi, tapi soal hidup dan mati.
Selama ini, jika terjadi insiden, korban harus ditandu keluar wilayah Baduy untuk bisa mendapatkan pertolongan medis. Fakta ini tentu menjadi sorotan, apalagi di era modernisasi seperti sekarang.
“Yang sudah kena korban tahun ini banyak ada yang tertolong, ada yang nggak. Kami atas nama Kepala Desa Kanekes Jaro Oom menyampaikan kepada Bapak Gede, (Gubenur) Provinsi Banten menyampaikan mohon anti bisa diperuntukkan ke masyarakat Baduy,” tegasnya.
Baca Juga:
Tradisi Seba Baduy, Ribuan Warga Jalan Kaki ke Pendopo BupatiSeba Baduy 2025: Penyerahan Laksa sebagai Simbol Ikatan Abadi
Permintaan Obat Anti Bisa
Permintaan warga pun direspons serius oleh Gubernur Banten, Andra Soni, yang hadir dalam kegiatan Seba Baduy di Kota Serang. Ia menginstruksikan langsung Dinas Kesehatan untuk menindaklanjuti permintaan tersebut secara konkret.
“Ketersediaan obat atau anti bisa ular, mohon agar anti bisa ular itu disiapkan atau selalu tersedia di sekitar warga Baduy,” ujar Andra.
Ia menekankan pentingnya kehadiran ABU sebagai bagian dari layanan kesehatan dasar yang wajib dipenuhi negara.
Lebih jauh, Andra menyoroti pengalaman pahit seorang warga Baduy yang digigit ular dan dibawa ke RSUD Banten, namun rumah sakit tersebut justru tidak memiliki serum anti bisa.
Andra juga menyinggung peran Puskesmas Ciboleger yang selama ini melayani masyarakat Baduy. Ia mendorong agar ada kolaborasi antara Pemprov dan Pemkab Lebak untuk memastikan ketersediaan ABU secara berkelanjutan.
Sebagai politisi yang peduli akar budaya dan hak dasar masyarakat adat, Andra menilai permintaan warga Baduy sangat rasional.
“Telah diinformasikan bahwa di Ciboleger terdapat Puskesmas milik Pemerintah Kabupaten Lebak yang melayani warga Baduy. Mohon kepala dinas dapat bekerja sama dan berkolaborasi untuk memastikan ketersediaan obat tersebut,” ucapnya.
Kini, semua mata tertuju pada realisasi janji tersebut. Masyarakat adat Baduy sudah bersuara, kini giliran pemerintah untuk bertindak, bukan hanya memberi sambutan manis saat acara adat.
(Hafidah Rismayanti)