BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Setelah dua dekade mendominasi dan membentuk kejayaan Red Bull Racing di ajang Formula 1, Christian Horner resmi dicopot dari jabatannya sebagai Team Principal.
Namun keputusan ini bukan hanya soal performa tim, ini adalah kulminasi dari perseteruan internal berkepanjangan yang akhirnya pecah ke permukaan.
Dari luar, pemecatan ini tampak mengejutkan. Tapi bagi mereka yang mengikuti dinamika paddock, keputusan ini terasa seperti babak akhir dari “perang dingin” antara tiga poros kekuasaan besar di dalam tubuh Red Bull, yakni kubu Austria yang diwakili Helmut Marko, kubu Thailand selaku pemegang saham mayoritas melalui keluarga Yoovidhya dan kubu Verstappen, yang digerakkan oleh Max dan ayahnya, Jos Verstappen.
Sumber Sky Sports menyebut bahwa friksi di tubuh Red Bull makin membara usai Grand Prix Austria, ketika suara-suara ketidakpuasan terhadap Horner semakin vokal.
Karun Chandhok, mantan pebalap F1 yang kini menjadi analis, menegaskan bahwa ketegangan internal belum pernah mereda sejak awal musim.
“Kubu Verstappen dan kubu Austria tampaknya membentuk aliansi diam-diam untuk melawan pengaruh Horner dan dukungan kuat dari pihak Thailand,” ujar Chandhok.
Ironisnya, langkah pemecatan Horner datang di tengah musim sulit bagi Red Bull. Performanya menurun drastis, dengan Max Verstappen kini tertinggal 69 poin dari Oscar Piastri (McLaren) dalam klasemen sementara.
Sementara rumor mengenai kemungkinan hengkangnya Max Verstappen sempat menguat, justru kini muncul spekulasi sebaliknya: bahwa keluarnya Horner bisa membuka jalan bagi Max untuk tetap bertahan.
“Max selalu bilang ingin pensiun di Red Bull. Tapi selama konflik kekuasaan berlangsung, itu terasa jauh. Kini dengan Horner keluar, jalan itu mungkin kembali terbuka,” kata Martin Brundle.
Ted Kravitz dari Sky Sports menyebut bahwa Horner tak mampu lagi memenangkan ‘game of throne’ di balik layar.
“Power struggle ini sudah dimulai sejak awal 2024. Kali ini, Austria menang,” ucapnya.
Sebagai pengganti, Red Bull menunjuk Laurent Mekies, nama yang selama ini dikenal lebih tenang namun efisien dalam kerja struktural.
Keputusan ini menandai perubahan arah manajemen besar-besaran, terlebih Red Bull akan memulai era baru dengan mesin buatan sendiri pada musim 2026.
Di tengah transformasi besar dan konflik yang akhirnya meledak, satu hal jelas, era Horner telah berakhir, tapi drama internal Red Bull tampaknya baru saja memasuki babak baru.
(Budis)