KALTIM, TEROPONGMEDIA.ID — Di tengah isu mangkraknya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), muncul kekhawatiran baru: praktik prostitusi online yang menyasar para pekerja proyek.
Satpol PP Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan, persoalan ini tidak bisa ditangani sendirian dan membutuhkan kerja sama lintas elemen masyarakat.
Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP PPU, Rakhmadi, mengungkapkan lonjakan laporan warga terkait aktivitas prostitusi daring, khususnya di Desa Bumi Harapan, wilayah yang dekat dengan area proyek IKN.
“Kita sudah menerima banyak laporan, dan kami melihat pola yang berulang. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Rakhmadi, Selasa (15/4/2025).
Modus yang digunakan para pelaku adalah dengan menawarkan jasa melalui aplikasi seperti MiChat dan beroperasi di guest house atau penginapan murah.
Dari penggerebekan yang sudah dilakukan Satpol PP, hampir semua guest house di Bumi Harapan terindikasi menjadi lokasi praktik tersebut.
Namun upaya penggerebekan saja belum cukup. Menurut Rakhmadi, meski para pekerja seks diminta membuat surat pernyataan dan dipulangkan ke daerah asal, aktivitas serupa terus bermunculan.
“Mereka tetap aktif menawarkan jasa lewat aplikasi. Ini membuktikan bahwa pendekatan hukum semata tidak cukup,” katanya.
BACA JUGA
Polri Ungkap Prostitusi Online di Bawah Umur, Tarifnya Rp 17 Juta
Pembangunan IKN Terancam Mangkrak, Anas Sebut Membangun Megaproyek Tak Segampang Mengarang Komik
Mayoritas PSK diketahui berasal dari luar daerah seperti Makassar, Surabaya, dan Bandung. Dengan tarif Rp300.000 hingga Rp500.000 per transaksi, mereka menyasar para pekerja IKN yang hidup jauh dari keluarganya.
Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, praktik ini dinilai mengancam moralitas, kesehatan masyarakat, dan citra pembangunan IKN itu sendiri. Karena itu, Rakhmadi menekankan pentingnya keterlibatan aktif berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa, RT, tokoh masyarakat, hingga pengelola penginapan.
“Guest house harus lebih selektif menerima tamu. Kami butuh peran semua pihak, termasuk lembaga keagamaan seperti MUI, untuk memberikan penyuluhan moral,” tegasnya.
Ia mengingatkan, persoalan ini ibarat fenomena gunung es, yang terlihat kecil di permukaan, tapi jauh lebih besar di bawahnya.
“Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi masalah sosial yang serius di masa depan. Sinergi adalah kunci,” tutup Rakhmadi.
(Buds/Aak)