BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Simak ulasan mengenai perjalanan sejarah teater yang kerap dimanfaatkan penguasa sebagai alat propaganda politik di masa lalu.
Panggung teater sebagai wahana berekspresi, kerap dijadikan penguasa sebagai alat penyampai kebijakan, atau bahkan propaganda politik.
Teater dan politik seringkali sulit dipisahkan satu sama lain, entah itu sebagai bentuk kritik atas kebobrokan pemerintahan atau sebaliknya, sebagai sarana dukungan kepada pemerintahan.
Teater Sebagai Alat Propaganda Politik di Masa Lalu
Yunani Kuno
Sejak zaman Yunani kuno drama teater merupakan salah satu alat efektif penyebaran informasi kepada masyarakat baik itu berbau moral, etika atau politik.
Dari banyaknya keterlibatan teater dalam politik propaganda merupakan hal yang paling sering dilakukan pada masa itu.
Revolusi Rusia
Theatre History melnasir, pada masa revolusi Rusia era Uni Soviet, tepatnya tahun 1917, teater soviet atau teater-teater yang dibangun pada zaman tersebut digunakan sebagai sarana alat pendidikan dalam menyebarkan ideologi komunis dan mempromosikan nilai-nilai sosialis.
Nazi Jerman
Mengutip Ejurnal University of Nebraska, pada Zaman Nazi Jerman, Adolf Hilter dan Partai Nazi menggunakan teater sebagai propaganda nilai-nilai nasionalisme ekstrem, supremasi rasial bahkan kebijakan totaliter mereka. Parahnya lagi pemerintahan Nazi sangat berusaha mengontrol seni dan budaya.
Perang Dunia II dan Perang Dingin
Sementara itu BBC History melansir, teater merupakan sarana yang empuk digunakan untuk propaganda pada masa Perang Dunia II. Kala itu, teater sering kali digunakan untuk mendukung upaya-upaya perang.
Bahkan Perang Dingin yang terjadi menggunakan teater sebagai sarana pengenalan ideologi demokrasi liberal di Barat atas kontras dengan komunisme.
Propaganda menggunakan teater seringkali dilakukan pada zaman-zaman tersebut karena media dan teknologi tidak semaju pada zaman sekarang.
Perjalan Propoganda Teater di Indonesia
Mengutip jurnal Kajian Sastra, Teater dan Sinema Jurusan FSP ISI YOGYAKARYA, teater di Indonesia sudah ada sejak era penjajahan Belanda, tetapi pada masa tersebut Belanda hanya menggunakan teater sebagai sarana hiburan semata.
Berbeda dengan Jepang, Penduduk Jepang menggunakan teater secara aktif sebagai media propaganda kepada masyarakata Indonesia. Propaganda tersebut bertujuan untuk mendukung Jepang pada perang Asia Timur.
Seniman pada saat itu ditugaskan untuk membuat pertunjukan atau kesenian demi mendukung suksesnya perang Asia Timur.
Jepang membentuk P.O.S.D atau Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa demi mengontrol dan mengawasi kelopok kesenian agar sejalan dengan cita-cita Jepang.
Propaganda yang dilakukan demi membentuk persepsi, mananipulasi pikiran, dan mangarahkan kepada Jepang sebagai Pimpinan Asia.
Gerakan yang dilakukan juga Bernama Gerakan 3A yaitu Nippon Pemimpin Asia, Nippom Pelindung Asia, dan Nippon Cahaya Asia.
Namun di sisi lain setelah Jepang meninggalkan Indonesia, teater Indonesia mengalami peningkatan dari teater merujuk pada opera menjadi teater modern.
Teater Indonesia berkembang menjasi sarana seni pertunjukan yang mengelaurkan aspirasi-aspirasi masyarakat terhadap pemerintahan yang di dominasi dengan kritik-kritik terhadap pemerintahan.
BACA JUGA
Longser, Teater Tradisional Sunda yang Sarat Pesan Moral
Teater Lima Wajah Pentaskan Naskah Dhemit, Hampir 1.000 Penonton Gen Z Antusias
Kritik Sosial
Pada zaman sekarang propaganda sudah tidak digunakan lagi karena masyarakat lebih bisa memiliki hak suaranya terhadap pemerintahan, propaganda beralih menjadi kritik sosial yang lebih memihak kepada masyarakat kecil.
Namun pada era sekarang kritik sosial juga sering dibatasi oleh pemerintahan terhadap masyarakat kecil hal tersebut terjadi karena pemerintah anti kritik.
Seperti yang terjadi baru baru ini dengan adanya pelarangan penampilan “Wawancara dengan Mulyono” yang diproduksi oleh Teater Payung Hitam. Pihak kampus tidak mengijinkan pertunjukan tersebut karena didalamnya mengandung unsur kritik pemerintah.
Disisi lain pemerintah sering sekali menggunakan teatar sebagai sarana sosialisasi terhadap masyarakat melalui program-program mereka seperti Keluarga Berencana (KB), atau Badan Narkotika Nasional (BNN) mengenai edukasi bahaya dari narkotika.
Seni seringkali menjadi alat politik negara, terkhusus teater merupakan seni pertunjukan yang mudah dimengerti melalui visual panggung yang ada. Hal ini dapat berdampak baik dan buruk bagi masyarakat.
Maka dari itu pembatasan usia penting sekali diterapkan demi tidak adanya kesalahan penapsiran penonton terhadap jalan cerita yang disediakan.
Kesalahan dalam penapsiran penonton terutama pada usia remaja dapat berdampak buruk terhadap kestabilan emosional atau bahkan cara padang orang tersebut akan sesuatu.
Perkembangan seni dan budaya merupakan hal yang teramat penting, tetapi hal tersebut harus dibarengi oleh semangat mengedukasi masyarakat mengenai peran mereka terhadap bangsa.
(Magang UKRI-Andari/Aak)