BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil ciptakan Gamahumat, inovasi baru untuk memanfaatkan batu bara berkalori rendah yang umumnya tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Gamahumat, produk yang berfungsi sebagai pembenah tanah atau soil stabilizer. produk ini merupakan senyawa humat yang terdiri dari asam humat dan asam fulvat, dihasilkan melalui proses ekstraksi dari batu bara dengan kalori rendah.
Ketua Tim Peneliti dan juga Guru Besar Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM, Prof. Ferian Anggara, menjelaskan Gamahumat dapat digunakan sebagai pendamping pupuk.
Sebagai contoh, dalam uji coba di lahan persawahan di Bimomartani, penggunaan Gamahumat sebanyak 15% dapat memberikan hasil panen yang mendekati produktivitas penuh NPK dan urea, meskipun proporsi pupuk NPK dan urea dikurangi menjadi hanya 15-20% dari dosis normal.
“Hasil panen dapat mendekati layaknya produktivitas padi yang sepenuhnya menggunakan NPK dan urea,” ujar Ferian, mengutip laman resmi UGM, Minggu (3/11/2024).
Ferian menyebutkan Indonesia memiliki cadangan batu bara berkalori rendah hingga 30% dari total sumber daya nasional.
Untuk memastikan ketersediaan bahan baku Gamahumat, UGM bekerja sama dengan PT Bukit Asam yang memiliki batu bara berkalori rendah dan telah mendukung penelitian ini sejak 2018 melalui pendanaan riset.
Pada 2023, PT Bukit Asam memberikan dana padanan dalam skema matching fund Kedaireka untuk mendukung pengembangan laboratorium dan pembuatan prototipe proses ekstraksi.
“Saat ini, alat tersebut mampu memproduksi 20 liter senyawa humat basah per hari dari 5 kg batubara umpan,” ungkap Ferian.
Ke depan, Ferian berencana membawa Gamahumat ke tahap proyek percontohan (pilot project).
Pada 2024, pihaknya akan memulai fabrikasi alat di Yogyakarta, dengan target pada 2025 untuk beroperasi di Peranap, Riau, tepatnya di lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Bukit Asam yang memiliki cadangan batu bara mencapai 600 juta ton.
Di sana, pabrik komersial berskala penuh akan dibangun dengan kapasitas produksi mencapai 60 ton senyawa humat per tahun.
”Obsesi kami sebagai peneliti adalah bagaimana kami bisa mengoptimalkan pemanfaatan hasil pertambangan sehingga memiliki nilai tambah tinggi dengan konsep ekonomi sirkular,” kata Ferian.
Pengembangan Gamahumat juga didukung oleh pemerintah melalui skema pendanaan INSPIRASI dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang akan berlangsung hingga 2026.
Selain Gamahumat, dana ini turut dialokasikan untuk mengembangkan produk inovasi lain yang dapat bersinergi, yaitu nanosilika.
Produk nanosilika ini berukuran kurang dari 10 mikron, sangat mudah diserap tanaman, dan dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan nutrisi rendah.
“Penggabungan produk ini menyasar pada lahan yang kekurangan unsur hara agar dapat ditanami dan ditingkatkan produktivitasnya,” jelas Ferian.
Selain itu, Ferian juga memperkenalkan produk hidrogel, yang diformulasikan sebagai media tanam. Hidrogel ini dicampur dengan air, asam humat, dan nanosilika, serta sangat cocok untuk lahan kering seperti lahan reklamasi tambang atau lahan tadah hujan.
“Dengan hidrogel, tanaman bisa bertahan lebih lama tanpa disiram secara rutin pada awal masa tanam, dan begitu akarnya cukup kuat, tanaman dapat mencari air secara mandiri,” ujar Ferian.
Ketiga inovasi ini merupakan hasil penelitian yang didanai LPDP dengan fokus ekonomi sirkular.
BACA JUGA: Mahasiswa UMM Kembangkan Inovasi Closet Duduk Hidrolik Ramah Lansia
Tim peneliti UGM berharap Gamahumat serta inovasi-inovasi lainnya dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional.
(Virdiya/Budis)