GARUT, TEROPONGMEDIA.ID — Pencak Ular merupakan seni bela diri tradisional khas Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang memiliki keunikan tersendiri.
Meski secara teknik tidak jauh berbeda dengan pencak silat pada umumnya, kesenian ini menampilkan atraksi khusus, di mana para pesilat membawa ular berbisa sambil memperagakan jurus-jurus silat.
Mengutip laman resmi Pemkab Garut, Keistimewaan para pelaku Pencak Ular terletak pada kemampuan mereka menjinakan ular-ular tersebut sekaligus memiliki kekebalan terhadap bisa ular.
Kesenian yang memadukan gerakan pencak silat dengan penguasaan ular berbisa ini berasal dari Kecamatan Samarang.
Saat ini, tradisi unik tersebut dilestarikan dan dikembangkan oleh Paguron Sinar Raksa Muda, sebuah perguruan silat yang berbasis di Kampung Pasar Kaler.
Pencak Ular pada dasarnya memiliki kesamaan dengan jenis pencak silat lainnya, di mana para pesilat menampilkan keahlian mereka dalam menguasai gerakan dan jurus-jurus bela diri.
Namun yang membedakan adalah para pemain membawa serta ular berbisa saat mempertunjukkan berbagai jurus silat.
Ular-ular yang digunakan dalam pertunjukan ini bukanlah ular peliharaan, melainkan ular liar yang sengaja ditangkap ketika kelompok kesenian ini mendapat pesanan untuk tampil.
Hal ini menunjukkan bahwa semua pesilatnya, mulai dari yang masih anak-anak hingga dewasa, sudah memiliki kekebalan terhadap bisa ular.
Proses pertunjukan dan alat musik yang digunakan sebenarnya tidak berbeda dengan pertunjukan pencak silat biasa.
Pada awal penampilan, saat memperagakan jurus-jurus pembuka, para pesilat menyembunyikan ular-ular itu di balik baju mereka.
Baru ketika mencapai puncak pertunjukan, ular-ular tersebut dikeluarkan untuk menambah daya tarik penampilan.
Menariknya, untuk mengundang kelompok seni ini tidak bisa dilakukan secara mendadak, karena setidaknya seminggu sebelum pertunjukan para pemain harus berburu ular terlebih dahulu ke sawah, ladang, hingga hutan di sekitar desa mereka.
Demikianlah gambaran singkat tentang pertunjukan Pencak Ular, sebuah kesenian tradisional yang tidak hanya menarik untuk disaksikan tetapi juga mampu menegangkan para penontonnya.
Keunikan inilah yang membuat kesenian ini terus bertahan dan menjadi daya tarik tersendiri di tengah masyarakat.
BACA JUGA
Pencak Silat Godot Karawang, Pengincar Kelemahan Sendi Lawan
Silat Domas Tasikmalaya: Warisan Budaya yang Menyatu dengan Spiritualitas
Sejarah Pencak Ular
Mengutip program televisi Panji Petualang yang ditayangkan kanal YouTube Bulletin iNews, Panji sebagai host acara menyaksikan dan mempraktekan langsung Pencak Ular.
Kepada Panji, guru silat dalam atraksi tersebut menjelaskan soal sejarah Pencak Ular. Bermula pada masa kolonial Belanda, saat itu seni bela diri ini dinamakan reog ular, bukan pencak ular.
“Pada tahun 1967 saat diadakan sebuah pertunjukan pencak silat, kakek saya almarhum Abah Piri punya inisiatif, bagaimana kalau kamu (murid Abah Piri) pakai ular saja, memasukkan ularnya ke dalam perut (baju),” ujarnya.
Lalu, ketika sang murid beraksi di atas panggung, dan mengeluarkan ular dari dalam bajunya, semua penonton pun langsung berlarian ketakutan.
“Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya kesenian pencak ular,” katanya.
Karena menjadi atraksi yang disukai masyarakat, akhirnya Pencak Ular mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Kabupaten Garut dengan mengeluarkan surat keputusan dari kepala dinas setempat.
Kini, pencak ular telah menjadi kesenian yang cukup dikenal di masyarakat. Menariknya, para pesilat bahkan melibatkan anak-anak yang sudah terbiasa berinteraksi dengan hewan jenis reptil ini.
Tak hanya itu, beberapa dari mereka bahkan telah mengembangkan kekebalan alami terhadap bisa ular.
Kemampuan unik ini menjadikan pencak ular sebagai pertunjukan yang tidak hanya menarik, tetapi juga menunjukkan keakraban manusia dengan alam yang luar biasa.
Ritual
Mengutip sumber lain, Atep Kurnia sebagai salah satu pewaris Seni Pencak Ular dalam kanal YouTube Wini Siti Ashopah, menjelaskan, ular yang banyak digunakan dalam atraksi pencak silat ini adalah jenis ular linghas atau ular koros dalam Bahasa Indonesia.
Menurutnya, sebelum atraksi selalu dilakukan doa-doa supaya anak-anak dalam pentasnya tidak grogi dan tidak takut.
“Ada air doa yang dikasih sama sanak-anak sebelum pentas,” kata Atep.
(Aak)