BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 mencapai 17-20 persen. Namun, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi indonesia di tengah upaya transisi energi mencapai swasembada.
Target ini dungkapkan oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna dalam acara Climate Solutions Partnership, di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
“Dengan berbagai kondisi yang ada, kami sudah melakukan revisi untuk kebijakan energi nasional kita, pada 2025 diharapkan kita bisa mencapai kurang lebih 17 hingga 20 persen bauran energi terbarukan,” kata Feby, seperti dikutip Antara.
Kementerian ESDM mencatat realisasi bauran EBT pada tahun 2024 hanya mencapai 14,68 persen dari target yang ditetapkan sebesar 19,5 persen.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT ditetapkan sebesar 23 persen yang dapat dicapai pada 2030 dan hingga 2045 ditargetkan proporsinya sebesar 46 persen.
Feby menyampaikan, upaya transisi energi tersebut masih dihadapkan oleh sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah infrastruktur transmisi.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memerlukan Pembangunan interkoneksi antarpulau untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan.
Feby mengungkapkan saat ini banyak pembangkit EBT berlokasi di wilayah dengan permintaan energi yang rendah. Sementara itu, wilayah dengan permintaan tinggi tidak memiliki potensi EBT yang tinggi.
Baca Juga:
Bahlil Umumkan RUPTL PLN 2025-2034, Tambah Pembangkit Listrik 69,5 GW
Belum Termanfaatkan, Indonesia Lirik Pengembangan Energi Gelombang Laut
Tantangan lain dalam upaya transisi energi di Indonesia yakni regulasi terkait pendanaan proyek EBT yang masih tergolong mahal dan sulit mendapatkan dukungan dari bank-bank konvensional.
Menyiasati hal ini, pemerintah berupaya mendorong skema pendanaan inovatif, termasuk dari filantropi dan lembaga keuangan.
Kesiapan industri dalam negeri juga menjadi perhatian serius yang masih menjadi tantangan. Hal ini mengingat banyak komponen EBT yang masih harus diimpor.
Dari sisi sosial, penerimaan publik terhadap upaya transisi energi juga masih menjadi salah satu tantangan sosial yang perlu diatasi.
Meski menghadapi sejumlah tantangan, Feby menjelaskan bahwa pengembangan pembangkit EBT terus diupayakan melalui sejumlah langkah.
Di sektor transportasi, pemerintah aktif mendorong pengembangan biofuel. Mandatori biodiesel yang berada di level B35 pada 2024, akan ditingkatkan menjadi B40 pada 2025.
Di sisi permintaan energi, pemerintah berfokus untuk mendorong pengembangan manajemen energi di sektor industri, bangunan, dan rumah tangga.
Berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 2023, bangunan gedung yang menggunakan energi di atas 500 ton oil equivalent (TOE) kini wajib menerapkan manajemen energi.
Demikian pula untuk sektor industri, pengguna energi di atas 4.000 TOE (sebelumnya 6.000 TOE) juga wajib menerapkan manajemen energi.
(Raidi/Budis)