BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pasir Padaimut, lereng tenggara Gunung Manglayang Ujungberung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan hulu wilayah Cilengkrang yang kini menjadi terbuka akibat perubahan tata guna lingkungan.
Kondisi gundulnya area Pasir Padaimut tersebut diabadikan oleh Deni Sugandi, fotografer sekaligus pemerhati lingkungan, melalui akun Instagram pribadinya, @denisugandi.
Akibat perubahan tata guna lingkungan tersebut, kawasan Ujungberung belakangan ini kerap diterjang banjir bandang seperti yang terjadi pada Sabtu (5/4/2025) sore. Air menggenangi Jalan AH Nasution dan permukiman warga di Pasirjati dengan ketinggian air mencapai 30 cm.
“Peristiwa tahunan ini semakin menguatkan fakta tentang kerusakan ekosistem di hulu Gunung Manglayang yang berdampak pada wilayah hilir,” demikian kutipan artikel Deni Sugandi, Minggu (6/4/2025).
Deni menjelaskan, Gunung Manglayang (1.812 mdpl) merupakan gunung api purba yang telah memasuki fase dorman, memiliki struktur geologi kompleks dengan lereng tenggara yang curam. Daerah Cilengkrang (845 mdpl) yang dilalui Ci Lengkrang menjadi titik rawan bencana.
Sejarah mencatat banjir bandang serupa pernah terjadi pada April 1977 yang menewaskan 14 warga dan merusak puluhan rumah di wilayah Cilengkrang, Pasirjati, hingga Cipanjalu.
“Ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, Dr. Ahmad Fauzi, menjelaskan bahwa kondisi geologi daerah ini sangat rentan,” kata Deni.
Lereng tenggara Manglayang dibentuk oleh aliran lava asam dengan kandungan silika tinggi yang membentuk lembah curam. Ci Lengkrang yang mengalir di lembah ini memiliki karakter erosi kuat dengan penampang berbentuk V.
Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung mencatat, banjir kali ini menyebabkan kemacetan parah di Jalan A.H. Nasution selama lebih dari 6 jam. Puluhan rumah di Pasirjati terendam air, memaksa warga mengungsi ke balai desa setempat.
BACA JUGA
Legenda Kuda Terbang Semprani Gunung Manglayang
Pemkot Bandung Siapkan Sodetan dan Normalisasi Sungai untuk Atasi Banjir
Penyebab Kerusakan Lingkungan
Permasalahan utama terletak pada perubahan tata guna lahan di hulu Ci Lengkrang. Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman telah mengurangi daya serap air tanah. Ditambah dengan penyempitan badan sungai akibat sedimentasi dan sampah, kapasitas tampung Ci Lengkrang semakin menurun.
Warga terdampak mengeluhkan kejadian banjir yang terus berulang setiap tahun, tetapi sayangnya tidak pernah ada perbaikan berarti di hulu sungai.
Di sisi lain, Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung mengaku telah memiliki rencana normalisasi sungai dengan menyusun detail engineering design (DED) untuk pelebaran dan pendalaman sungai, serta pembuatan tanggul di titik rawan.
Sementara itu, aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mendesak adanya tindakan segera. Selain normalisasi sungai, harus ada upaya serius reboisasi di hulu Ci Lengkrang. Tanpa itu, banjir akan terus berulang dengan intensitas semakin tinggi.
Erosi Berkepanjangan
Data historis menunjukkan bahwa kawasan Ujungberung memang rawan banjir. Peta topografi tahun 1910 dari Topographisch Bureau mencatat ketinggian Pasir Tunggak (bagian dari Manglayang) sebesar 1.467 mdpl, sementara peta geologi Van Bemmelen tahun 1934 mencatat 1.309 mdpl, menunjukkan proses erosi yang signifikan selama puluhan tahun.
Ahli hidrologi dari Universitas Padjadjaran, Prof. Hadi Susilo Arifin, memperingatkan bahwa tanpa intervensi serius, bencana ini akan semakin parah. Perubahan iklim membuat curah hujan semakin ekstrem.
Apabila tidak ada upaya konservasi di hulu, bukan tidak mungkin kita akan melihat banjir dengan skala lebih besar di masa depan.
(Aak)