JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Toyota menghadapi gelombang protes akibat kendaraan visioner mereka, Mirai di California, Amerika Serikat (AS).
Pasalnya, para pemilik mobil sel bahan bakar hidrogen tersebut, dirasa telah membohongi konsumen. Mereka tidak puas, karena kesiapan infrastruktur pengisian bahan bakar hidrogen yang ternyata jauh dari memadai.
Gugatan dari Pemilik Toyota Mirai
Memuat Teslarati pada Senin, 14 Juli 2025, banyak pemilik Mirai kini terjebak membayar cicilan kendaraan yang tak bisa mereka operasikan karena terbatasnya stasiun pengisian dan harga hidrogen yang melambung tinggi.
Gugatan class action ini muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap Toyota dan pihak-pihak yang sejak awal mendukung pengembangan kendaraan hidrogen. Banyak yang menilai bahwa teknologi ini didorong ke pasar terlalu cepat sebelum infrastruktur siap.
Salah satu penggugat, Sam D’Anna, mengaku kecewa berat setelah membeli Toyota Mirai seharga 75.000 dolar AS pada Juli 2022. Begitu mobil diterima, tangki hidrogen hampir kosong dan tidak ada stasiun pengisian terdekat yang beroperasi. Kini, D’Anna terpaksa menanggung cicilan bulanan hampir 1.100 dolar AS untuk mobil yang tidak bisa digunakan.
BACA JUGA:
Belum Semasif Kendaraan Listrik di Indonesia, Apa Saja Mobil Hidrogen?
Mobil Listrik Xiaomi Belum Dijual Luas, Mungkinkah Masuk Indonesia 2027?
Di awal pengembangan, proyek hidrogen di California terlihat menjanjikan. Pemerintah negara bagian tersebut sempat mengalokasikan puluhan juta dolar untuk membangun jaringan stasiun pengisian.
Produsen mobil seperti Toyota, Honda, dan Hyundai pun turut meluncurkan kendaraan tanpa emisi berbahan bakar hidrogen.
Janji pengisian cepat hanya dalam hitungan menit dan emisi berupa uap air menjadikan mobil hidrogen sebagai solusi alternatif yang menarik dibandingkan mobil listrik yang masih berkembang.
Namun, realisasinya jauh dari ekspektasi. Saat ini, hanya ada sekitar 50 stasiun pengisian hidrogen di seluruh California. Bahkan pada 2024, Shell memilih mundur dari pasar dan menutup sejumlah fasilitas pengisian.
Selain jumlahnya yang terbatas, stasiun-stasiun tersebut sering mengalami kendala operasional, seperti kerusakan peralatan atau pasokan hidrogen yang tidak stabil.
Harga pengisian juga ikut melambung drastis, dari rata-rata 70 dolar AS menjadi hampir 200 dolar AS untuk satu kali isi penuh.
Persoalan Lain
Chief Marketing Officer EpicVIN, Alex Black, menilai bahwa permasalahan ini lebih dari sekadar infrastruktur.
“Banyak orang belum percaya pada teknologi ini karena mereka jarang melihatnya digunakan di sekitar mereka. Lokasi pengisian masih sangat terbatas, dan informasi negatif soal gangguan maupun penarikan produk menambah keraguan publik,” ujar Alex.
Kondisi ini menciptakan efek berantai: rendahnya minat pasar menyebabkan investasi mengecil, yang pada akhirnya memperlambat pembangunan stasiun baru.
Meski begitu, langkah Toyota mengembangkan teknologi hidrogen dinilai cukup berani dan penuh itikad baik. Teknologi ini menawarkan sejumlah keunggulan, terutama bagi kendaraan komersial atau jarak jauh yang memerlukan waktu pengisian cepat dan daya jelajah tinggi.
Namun, untuk penggunaan sehari-hari di sektor pribadi, masa depan kendaraan hidrogen tampaknya masih penuh ketidakpastian.
(Saepul)