BANDUNG,TM.ID: Cerita legenda Gunung Tangkuban Perahu yang mengisahkan tentang sosok Sangkuriang dan Dayang Sumbi, ternyata menyimpan pesan moral tentang Oedipus Complex.
Ikuti ulasannya mengenai Oedipus Complex, sebuah gejala psikologis di mana seorang anak laki-laki menyukai ibunya sendiri. Dapat dipastikan, semua agama melarang hubungan cinta antara anak dan ibu.
Legenda Tangkuban Perahu yang sudah menjadi cerita rakyat atau folklor, khususnya untuk masyarakat Jawa Barat, hendak menyampaikan pesan moral betapa terlarangnya Oedipus Complex yang dinilai sebagai penyimpangan dari kodrat sebagai manusia tersebut.
Baiklah, simak apa itu Oedipus Complex sebagaimana dijelaskan Kendra Cherry MSEd, seorang spesialis rehabilitasi psikososial, pendidik psikologi, dan penulis “Buku Psikologi Segalanya”.
Oedipus Complex atau dalam Bahasa Indonesia dinarasikan Kompleks Oedipus, juga dikenal sebagai kompleks Oedipal. Gejala ini menggambarkan perasaan seorang anak yang menyukai orang tua yang berjenis kelamin berbeda, serta kecemburuan dan kemarahan terhadap orang tua yang berjenis kelamin sama.
“Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud dalam teorinya tentang tahapan perkembangan psikoseksual,” terang Kendra Cherry, dikutip dari Verywell Mind.
Sederhananya, anak laki-laki merasa bersaing dengan sang ayah untuk mendapatkan ibunya, sedangkan anak perempuan merasa bersaing dengan ibunya untuk mendapatkan kasih sayang ayahnya. Menurut Freud, anak-anak memandang orang tua sesama jenis sebagai saingan untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua lawan jenis.
BACA JUGA: Pesona Wisata Kawah Tangkuban Perahu dan Legenda Sangkuriang
Sejarah Oedipus Complex
Sigmund Freud pertama kali mengusulkan konsep Oedipus Complex dalam bukunya “The Interpretation of Dreams” pada tahun 1899. Meskipun ia baru secara resmi mulai menggunakan istilah Oedipus Complex pada tahun 1910. Konsep ini menjadi semakin penting ketika ia terus mengembangkan teorinya tentang perkembangan psikoseksual.
Freud menamai kompleks tersebut dengan nama karakter dalam “Oedipus Rex ” karya Sophocles, yang secara tidak sengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.
Dalam mitos Yunani, Oedipus ditinggalkan saat lahir sehingga tidak mengetahui siapa orang tuanya. Hanya setelah dia membunuh ayahnya dan menikahi ibunya barulah dia mengetahui identitas mereka yang sebenarnya.
Cara Kerja Oedipus Complex
Dalam teori psikoanalitik , Oedipus complex mengacu pada keinginan anak untuk terlibat secara seksual dengan orang tua lawan jenis, khususnya perhatian anak laki-laki kepada ibunya. Keinginan ini dijauhkan dari kesadaran melalui represi, tetai Freud percaya bahwa keinginan tersebut masih mempunyai pengaruh terhadap perilaku anak dan berperan dalam perkembangan.
Dalam teori Freud, kemajuan anak melalui serangkaian tahapan perkembangan psikoseksual. Pada setiap tahap, pikiran bawah sadar berpusat pada kesenangan yang berkaitan dengan wilayah tubuh tertentu.
Ketertarikan Sangkuriang terhadap ibunya, Dayang Sumbi
Dalam cerita legenda Tangkuban Perahu, dikisahkan tentang ketertarikan tokoh Sangkuriang terhadap ibunya, Dayang Sumbi.
Untuk diketahui, cerita legenda tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari Gunung Tangkuban Perahu, yang gunungnya terletak di wilayah cekungan Bandung, Jawa Barat.
Dalam legenda itu, Sangkuriang adalah sosok kesatria berparas tampan yang terpisah dengan ibunya sejak masa kecil. Selama berkelana, Sangkuriang ditemani sang ayah yang berubah wujud menjadi seekor anjing yang dinamai Si Tumang.
Ketika beranjak dewasa, sangkuriang bertemu lagi dengan sesosok perempuan cantik bernama Dayang Sumbi. Sangkuriang pun jatuh cinta kepada Dayang Sumbi.
Namun, Sangkuriang tak menyadari bahwa Dayang Sumbi adalah ibu kandungnya sendiri, sehingga ia “ngotot” ingin mempersuntingnya. Sebaliknya, Dayang Sumbi yang awalnya ada ketertarikan kepada Sangkuriang, kemudian menyadari bahwa dia adalah anaknya sendiri setelah melihat ada tanda bekas luka pada kepalanya.
Dayang Sumbi ingat betul ketika Sangkuriang masih kana-kanak, ia memukul kepalanya sehingga terluka. Oleh karena itu, Dayang Sumbi segera menyadarkan Sangkuriang bahwa dirinya adalah ibu kandung dari Sangkuriang.
Namun peringatan itu tak digubris oleh Sangkuriang yang tetap keukeuh ingin mempersuntingnya. Karena keadaan makin rumit, Dayang Sumbi pun mengajukan sebuah syarat yang tak mungkin dilakukan Sangkuriang.
Syarat tersebut adalah, Sangkuriang harus membuat danau hanya dalam waktu semalam dan ingin berlayar di atas perahu. Apabila terlambat meski baru terbit fajar, maka Sangkuriang harus mengubur keinginannya.
Upaya Sangkuriang membuat danau dan perahu itu ternyata tak memenuhi target waktu meski sudah dibantu oleh pasukan demit. Kegagalan ini membuat Sangkuriang frustasi yang dilapiaskan dengan menendang perahu setengah jadi yang telah dibuatnya.
Perahu itupun terlempar dan jatuh dengan posisi terbalik atau “nangkub” dalam bahasa Sunda. Perahu terbalik inilah yang kemudian disematkan untuk legenda gunung Tangkuban Parahu oleh masyarakat Sunda.
Apabila ditarik kesimpulan, cerita Sangkuriang, Dayang Sumbi, dan Tangkuban Parahu, tak lepas dari pesan moral bahwa keinginan menjalin cinta dengan ibu kandung sendiri atau dalam istilah psikologi ilmiah sebagai Oedipus Complex, adalah sesuatu yang dilarang, dan tak akan direstui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga, segala upaya Sangkuriang dihadapkan pada kegagalan.
(Aak)