BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – CEO Nvidia, Jensen Huang, memperingatkan bahwa China hanya terpaut sedikit dari Amerika Serikat dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Dalam pernyataannya baru-baru ini, Huang menyebut bahwa persaingan antara kedua negara dalam bidang AI semakin ketat dan merupakan perlombaan jangka panjang.
“China hanya tertinggal sedikit. Ini bukan persaingan singkat, tapi maraton,” ujar Huang kepada media, dikutip Jumat (2/5/2025).
Nvidia, perusahaan produsen chip AI terkemuka di dunia, saat ini menghadapi tantangan akibat kebijakan pemerintah AS yang membatasi ekspor chip canggih ke sejumlah negara, termasuk China.
Larangan pengiriman chip AI terbaru Nvidia, H20, diperkirakan berpotensi menimbulkan kerugian hingga USD 5,5 miliar bagi perusahaan.
Di tengah pembatasan tersebut, Huawei disebut-sebut sebagai kekuatan besar baru dari China. Perusahaan itu tengah mengembangkan chip AI buatan sendiri untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Baca Juga:
Kehadiran Chip ARM AMD-NVIDIA untuk PC Ancam Dominasi Qualcomm
Huang mengakui bahwa Huawei memiliki kemampuan kuat dalam komputasi dan teknologi jaringan, dua aspek penting dalam pengembangan AI.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Huawei menunjukkan kemajuan signifikan,” kata Huang.
Lebih lanjut, Huang menyarankan agar pemerintah AS fokus pada penguatan sektor teknologi dalam negeri alih-alih memperketat pembatasan.
Menurutnya, langkah-langkah seperti pelarangan penjualan chip justru bisa merugikan posisi Amerika Serikat dalam kompetisi global AI.
Sebagai bentuk respons atas tantangan tersebut, Nvidia berencana membangun infrastruktur AI senilai USD 500 miliar di AS selama lima tahun ke depan. Perusahaan juga berencana memproduksi perangkat AI secara lokal, termasuk melalui kerja sama perakitan server AI dengan Foxconn di Houston, Texas.
“Saya yakin dengan sumber daya dan semangat nasional, kita bisa memproduksi perangkat AI di dalam negeri,” ujar Huang.
Meskipun kebijakan ekspor AS bertujuan untuk membatasi pengaruh teknologi China, situasi ini justru membuka peluang bagi negara-negara pesaing untuk memperkuat posisinya.
Dengan China yang semakin agresif dalam pengembangan AI, dominasi teknologi AS kini menghadapi ujian serius di panggung global.
(Budis)