BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Gunung Manglayang, yang terbentuk setelah letusan besar Gunung Sunda Purba 3 juta tahun silam, mungkin tidak sepopuler gunung-gunung lainnya di Indonesia karena ketinggiannya yang hanya 1.818 mdpl.
Namun, gunung ini memiliki tempat tersendiri di hati para pendaki yang pernah menjejakkannya, baik karena pemandangannya yang indah atau track sadisnya yang setara dengan gunung-gunung di atas 2.000 mdpl, terutama jika menggunakan jalur Barubereum.
Gunung Manglayang memiliki 3 jalur pendakian: jalur Barubereum di Jatinangor, Batu Kuda di Cibiru, dan Jalur Palintang di Ujung Berung, Bandung. Namun, artikel ini tidak akan membahas keindahan alam atau jalur pendakian, melainkan misteri yang menyelimuti gunung ini.
1. Sejarah Penamaan Gunung Manglayang
Nama “Manglayang” berasal dari kata “Layang” yang berarti terbang. Konon, dahulu ada seekor kuda terbang bernama Sembrani yang sedang melakukan perjalanan udara dari Cirebon menuju Banten.
Namun, saat melintasi Gunung Manglayang, Sembrani terjatuh, terperosok, dan terjebak di lereng gunung. Dia tidak bisa melepaskan diri dari semak belukar yang membelit dirinya.
2. Misteri Batu Kuda di Gunung Manglayang
Mitos mengatakan bahwa karena terjebak terlalu lama, Kuda Sembrani akhirnya berubah menjadi batu. Masyarakat sekitar percaya bahwa batu besar yang menyerupai kuda, yang terletak di jalur pendakian Batu Kuda, adalah perwujudan dari Kuda Sembrani.
3. Misteri Batu Kursi
Penunggang Kuda Sembrani, Prabu Layang Kusuma atau Eyang Prabu, merasa putus asa atas kejadian terjebaknya sang kuda. Dia menunggu sang kuda di atas sebuah kursi yang sekarang dikenal sebagai “batu kursi”.
4. Misteri Batu Lawang
Di Gunung Manglayang, juga terdapat Batu Lawang, dua batu kembar yang berdiri sejajar, menyerupai gerbang. Banyak orang yang melakukan ritual di antara kedua batu tersebut untuk mewujudkan keinginan mereka, seperti pembacaan mantra atau berdzikir. Namun, ritual ini harus mendapatkan izin dari kuncen dan ruh penunggu terlebih dahulu.
5. Misteri Penampakan Nenek-Nenek
Pernah ada satu rombongan yang hendak melakukan pendakian di Gunung Manglayang. Sebelum sampai di basecamp, seorang anggota perempuan pingsan dan harus dipulangkan.
Keesokan harinya, dia bercerita bahwa saat pingsan, ia seolah-olah melakukan pendakian di Gunung Manglayang dan mendengar suara yang memanggil namanya dari semak-semak.
Ia juga melihat bayangan hitam menyerupai nenek-nenek dan merasakan sensasi disentuh oleh sesuatu yang lengket dan basah.
6. Kepercayaan Masyarakat Sekitar
Dahulu, masyarakat sekitar percaya bahwa pada hari Senin dan Kamis, tidak diperbolehkan memasuki kawasan Manglayang dan tidak boleh melakukan pendakian dalam jumlah rombongan ganjil.
Hal ini disebabkan karena pada dua hari itu, semua leluhur termasuk roh Sembrani, datang ke Manglayang untuk berkumpul.
Banyak hal buruk yang terjadi di Gunung Manglayang hingga akhirnya, sekitar 44 sesepuh Jawa Barat berkumpul di gunung tersebut untuk meminta para roh tidak terlalu mengganggu orang-orang yang datang ke Manglayang. Ritual ini disebut ritual “keakuran” antara roh dan manusia.
Setelah ritual dilakukan, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa siapapun dapat mendatangi Gunung ini kapan saja dan berapapun jumlah rombongannya, dengan syarat tidak merusak keasrian gunung.
BACA JUGA : Daftar Gunung di Pulau Jawa untuk Pendakian Tektok
7. Tragedi Tahun 1977
Menurut penuturan Pak Epen, seorang kuncen Gunung Manglayang, tahun 1977 adalah waktu pertama kali kedatangan Kuda Sembrani ke Manglayang.
Sesaat setelah kedatangannya, terjadi longsor yang merusak 51 rumah, meskipun tidak ada korban jiwa. Pak Epen percaya bahwa kedatangan Kuda Semprani merupakan pemberi peringatan akan adanya bencana.
Gunung Manglayang menyimpan banyak mitos dan misteri. Percaya atau tidak, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi mitos tersebut, apakah menjadikannya pelajaran untuk bersikap lebih baik kepada alam atau malah sebaliknya.
(Hafidah Rismayanti/Budis)