JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID –– Anggota Majelis Nasional KIPP Indonesia), yang juga Senator ProDEM – Jaringan Aktivis Pro Demokrasi, Standarkiaa Latief mengatakan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 merupakan momen krusial dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Namun, potensi kejahatan politik seperti politik uang, politisasi SARA, dan manipulasi suara masih menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas proses demokrasi ini.
Politik Uang dalam Pilkada
Politik uang, atau “money politics”, adalah praktik pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan mempengaruhi pilihan mereka.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta telah mengidentifikasi politik uang sebagai salah satu kerawanan utama dalam Pilkada 2024. Data menunjukkan bahwa pada Pilkada 2020, Bawaslu menangani 262 kasus dugaan politik uang, dengan 197 di antaranya berasal dari laporan masyarakat .
“Praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak prinsip demokrasi dengan mengedepankan materi di atas aspirasi rakyat,” kata Standarkiaa ,Senin (2/12/2024).
Politisasi SARA dan Hoaks
Kiaa menyebutkan politisasi isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) serta penyebaran hoaks menjadi tantangan lain dalam Pilkada DKI Jakarta.
Sebagai contoh pernyataan yang dilontarkan seorang menteri yaitu Maruarar Sirait yang tidak mencerminkan kapasitas sebagai seorang pejabat tinggi negara berada dalam kabinet bertajuk Kabinet Merah Putih. Maruarar Sirait mengemukakan “bahwa karena paslon Pramono Anung dan Doel didukung oleh Anies Baswedan maka pemilih non muslim akan beralih dukungan kepada paslon lain”.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menekankan perlunya kewaspadaan terhadap penggunaan isu SARA dan hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.
“Pengalaman Pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa materi kampanye yang bermuatan SARA dan hoaks dapat meningkatkan tensi politik dan mengganggu stabilitas sosial. Namun sangat disayangkan Bawaslu seolah bersikap permisif dalam memandang pernyataan Maruarar Sirait,” jelasnya.
Potensi kejahatan politik berupa kecurangan pemilu, belajar dari pengalaman pada pilpres lalu sangat mungkin juga terjadi dalam pilkada 2024 yang baru berlangsung serentak pada 27 November kemarin.
Perlu diketahui bahwa KPU Daerah masing-masing akan mengumumkan secara resmi penghitungan, termasuk KPU DKI Jakarta pada 15 Desember 2024.
Dalam rentang waktu menunggu hasil resmi, sangat penting semua pihak untuk mengawal ketat penghitungan suara secara berjenjang di daerah masing-masing. Pilkada 2024 berlangsung serentak di 37 provinsi dengan 508 kabupaten/kota di dalamnya.
“Adanya kekuatan ekstra yang berkepentingan untuk memaksakan kehendaknya bisa saja mengkoptasi penyelenggara pemilu, khususnya KPU Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota,” jelasnya.
Menurut Kiaa, Koptasi politik berupa hegemoni kekuatan dari dalam sistem kekuasaan, yang biasanya diikuti dengan kekuatan modal sebagai instrumen kompensasi bagi pihak-pihak yang dinilai pantas untuk diberikan. Targetnya adalah merubah begitu rupa hasil kemenangan paslon tertentu.
Manipulasi Suara dan Transparansi Rekapitulasi
Manipulasi suara, termasuk penggelembungan atau pengurangan suara, merupakan bentuk kejahatan politik yang mengancam keadilan pemilu. Bawaslu DKI Jakarta menekankan pentingnya proses rekapitulasi suara yang transparan dan akuntabel untuk mencegah manipulasi. Transparansi dalam setiap tahapan pemilu adalah kunci untuk memastikan hasil yang legitimate dan diterima oleh semua pihak.
Oleh karenanya upaya pencegahan dan penegakan hukum yang tidak pandang bulu adalah pilihan yang harus dipastikan berjalan. Dengan begitu potensi kejahatan politik, bisa dicegah.
Sekalipun Bawaslu telah memetakan Indek Kerawanan Pelanggaran (IKP) termasuk di DKI Jakarta, tidak akan berarti jika penindakan hukum yang tegas tidak ditegakkan terhadap pelanggar.
“Penegakan hukum mutlak tajam terhadap pelanggar, demi menjaga integritas proses demokrasi,” ungkapnya.
BACA JUGA: Jokowi Angkat Bicara Soal Tundingan Kerahkan Partai Cokelat di Pilkada 2024
Mewaspadai dan mencegah potensi kejahatan politik dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 adalah tanggung jawab bersama antara penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Hanya dengan komitmen kolektif, kita dapat memastikan bahwa Pilkada berjalan secara jujur, adil, dan demokratis, sehingga menghasilkan pemimpin yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat.
Namun sebaliknya jika pemilu (pilkada) telah menjadi paket kepentingan kekuatan invisible hand yang dari kepentingan kelompok politik busuk, maka bisa dipastikan bahwa Indonesia akan berjalan dalam kegelapan yang menafikan demokrasi sebagai ruh dalam berbangsa dan bernegara.
(Agus Irawan/Usk)