JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Nama Ciliandra Fangiono mungkin belum seterkenal konglomerat Indonesia lainnya seperti Prajogo Pangestu atau Anthony Salim. Namun, dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, ia mencatatkan rekor sebagai miliarder termuda.
Pada usia 48 tahun, Ciliandra menjadi salah satu pengusaha paling berpengaruh di sektor perkebunan kelapa sawit dengan kekayaan mencapai USD 2,4 miliar atau sekitar Rp 39,18 triliun.
Sebagian besar daftar orang terkaya di Indonesia didominasi oleh pengusaha senior berusia antara 60 hingga 80 tahun. Namun, Ciliandra sudah masuk dalam daftar miliarder sejak 2009, ketika ia pertama kali masuk daftar 40 orang terkaya Indonesia dengan kekayaan sekitar USD 710 juta (Rp 10,9 triliun). Sejak saat itu, hartanya terus bertumbuh pesat, menempatkannya sebagai salah satu tokoh utama di industri sawit Indonesia.
Menguasai Industri Sawit Melalui First Resources
Ciliandra Fangiono adalah CEO dari First Resources, perusahaan minyak sawit yang terdaftar di bursa saham Singapura tetapi memiliki perkebunan dan operasional utama di Indonesia. Perusahaan ini mengelola ratusan ribu hektare perkebunan sawit serta memiliki belasan pabrik pengolahan minyak sawit.
First Resources bukanlah perusahaan baru dalam industri ini. Bisnis tersebut didirikan lebih dari dua dekade lalu oleh ayahnya, Martias Fangiono. Keluarga Fangiono memiliki saham mayoritas, dan di bawah kepemimpinan Ciliandra, perusahaan terus berkembang hingga menjadi salah satu pemain utama dalam industri kelapa sawit.
Sebagai salah satu komoditas ekspor terbesar Indonesia, minyak sawit menjadi sumber kekayaan utama bagi banyak konglomerat di Tanah Air. Dengan meningkatnya permintaan global, perusahaan seperti First Resources terus memperluas operasinya, menjadikan Ciliandra sebagai salah satu tokoh utama dalam bisnis ini.
Karier di Perbankan Sebelum Masuk ke Bisnis Keluarga
Sebelum terjun ke bisnis keluarganya, Ciliandra sempat berkarier di dunia perbankan. Ia bekerja di divisi perbankan investasi Merrill Lynch di Singapura, sebuah pengalaman yang memberikan wawasan mendalam tentang strategi bisnis dan pengelolaan keuangan.
Latar belakang akademiknya juga mengesankan. Ciliandra merupakan lulusan Universitas Cambridge, salah satu universitas paling prestisius di dunia, dengan gelar Sarjana Ekonomi. Saat berkuliah, ia menerima berbagai penghargaan akademik, termasuk Hadiah Buku PriceWaterhouse, yang menunjukkan kecakapannya dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Lonjakan Kekayaan dalam Satu Dekade Terakhir
Dalam beberapa tahun terakhir, kekayaan Ciliandra terus meningkat pesat. Pada 2020, hartanya tercatat mencapai USD 1,1 miliar (Rp 16,7 triliun). Setahun kemudian, jumlah tersebut melonjak menjadi USD 1,8 miliar (Rp 27,3 triliun). Kini, dengan kekayaan mencapai USD 2,4 miliar, ia semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu miliarder paling sukses di Indonesia.
Sebagian besar peningkatan kekayaannya terjadi setelah keluarganya mengumumkan perusahaan perkebunan sawit lain, FAP Agri, pada 2021. Perusahaan ini dikendalikan oleh kakaknya, Wirastuty Fangiono, dan semakin memperluas dominasi keluarga Fangiono dalam industri sawit.
BACA JUGA:
Prabowo Akan Resmikan Danantara, Simak Tujuan Pembentukan dan Dasar Hukumnya
Miliarder Muda di Tengah Dominasi Konglomerat Senior
Keberhasilan Ciliandra Fangiono dalam membangun kerajaan bisnisnya menjadikannya fenomena unik di kalangan miliarder Indonesia. Di saat mayoritas orang terkaya di negeri ini merupakan pengusaha senior, ia membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan.
Dengan bisnis sawit yang terus berkembang dan ekspansi yang agresif, bukan tidak mungkin kekayaan Ciliandra akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Namanya mungkin belum sepopuler para konglomerat lain, tetapi jejaknya dalam dunia bisnis Indonesia semakin tak terbantahkan.
Berdasarkan data terbaru Forbes per Januari 2025, berikut adalah daftar 10 orang terkaya di Indonesia beserta estimasi kekayaan mereka:
- Prajogo Pangestu: US$46,5 miliar (sekitar Rp753,36 triliun)
- Low Tuck Kwong: US$28,2 miliar (sekitar Rp456,88 triliun)
- Robert Budi Hartono: US$24,4 miliar (sekitar Rp395,31 triliun)
- Michael Hartono: US$23,4 miliar (sekitar Rp379,11 triliun)
- Sri Prakash Lohia: US$8,5 miliar (sekitar Rp137,71 triliun)
- Agoes Projosasmito: US$5,9 miliar (sekitar Rp95,59 triliun)
- Dewi Kam: US$4,9 miliar (sekitar Rp79,39 triliun)
- Chairul Tanjung: US$4,8 miliar (sekitar Rp77,57 triliun)
- Boenjamin Setiawan: US$4,5 miliar (sekitar Rp72,91 triliun)
- Theodore Rachmat: US$4,1 miliar (sekitar Rp66,43 triliun