BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Perayaan Maulid Nabi bukanlah hal yang asing di Indonesia, terutama di provinsi Aceh. Maulid Nabi diperingati setiap 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah.
Tradisi ini sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat dan biasanya dirayakan dengan berbagai rangkaian acara, seperti silaturahmi, bersholawat bersama, ceramah agama, hingga kenduri maulid yang merupakan momen makan bersama.
Namun, sebenarnya bagaimana sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW?
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad memiliki beberapa teori terkait asal usulnya. Berdasarkan buku “Pro dan Kontra Maulid Nabi” karya AM. Waskito, perayaan ini sudah berlangsung lama dalam sejarah Islam, bahkan ribuan tahun lalu. Setidaknya ada tiga teori utama mengenai asal mula perayaan Maulid Nabi SAW.
Perayaan oleh Dinasti Ubaid di Mesir
Teori pertama menyebutkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali diadakan oleh Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir, yang berhaluan Syiah Ismailiyah (Rafidhah). Mereka berkuasa di Mesir antara tahun 362-567 Hijriah, atau sekitar abad ke-4 hingga ke-6.
Di masa itu, Maulid Nabi hanya salah satu dari berbagai perayaan yang digelar, termasuk perayaan Hari Asyura, Maulid Ali, Maulid Hasan, dan Maulid Husain.
Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri
Teori kedua mengatakan bahwa perayaan Maulid di kalangan Ahlus Sunnah pertama kali diadakan oleh Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di wilayah Irak. Beliau hidup pada tahun 549-630 H.
Pada perayaan Maulid Nabi di zamannya, para ulama, ahli tasawuf, dan seluruh rakyat diundang untuk menghadiri acara ini. Perayaan ini juga diisi dengan makan bersama, memberi hadiah, serta sedekah kepada fakir miskin, sehingga acara ini juga memiliki makna sosial yang mendalam.
Perayaan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi
Teori ketiga menyebutkan bahwa perayaan Maulid pertama kali diadakan oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, penguasa Dinasti Ayyub, yang hidup pada tahun 567-622 H.
Tujuan Sultan Shalahuddin menggelar Maulid Nabi adalah meningkatkan semangat jihad kaum muslimin dalam menghadapi Perang Salib melawan kaum Salibis dari Eropa. Momentum ini dianggap penting dalam upaya merebut kembali Yerusalem dari tangan Kerajaan Salibis.
Hikmah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Perayaan ini bukan sekadar momen untuk memperingati kelahiran Rasulullah, tetapi juga memiliki hikmah-hikmah mendalam bagi umat Islam.
Merangkum buku “Kisah Maulid Nabi Muhammad SAW: Awal Muhammad Akhir Muhammad” jilid 1 karya Abu Nur Ahmad al-Khafi Anwar bin Shabri Shaleh Anwar, berikut beberapa hikmah yang terkandung dalam perayaan Maulid Nabi:
1. Mendorong untuk Membaca Sholawat
Salah satu hikmah utama dari peringatan Maulid Nabi adalah mendorong umat Islam untuk membaca sholawat kepada Rasulullah. Sholawat ini merupakan perintah langsung dari Allah Ta’ala dan memiliki keutamaan yang besar dalam Islam.
Membaca sholawat adalah bentuk kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Ungkapan Kegembiraan dan Kesenangan
Perayaan ini juga merupakan bentuk kegembiraan dan kesenangan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bahkan, dalam sejarah disebutkan bahwa seorang kafir pun mendapat manfaat dari kegembiraan atas kelahiran Nabi.
Contohnya, Abu Lahab, paman Nabi yang sangat memusuhi Islam, pernah membebaskan budaknya, Tsuwaibah, setelah mendengar kabar kelahiran Rasulullah. Karena perbuatannya itu, siksa Abu Lahab diringankan setiap hari Senin.
3. Meneguhkan Kecintaan kepada Rasulullah SAW
Seorang mukmin harus memiliki kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah SAW, dan perayaan ini adalah momen untuk meneguhkan kembali kecintaan tersebut. Kecintaan ini adalah bagian dari keimanan seorang muslim dan menjadi landasan dalam kehidupan beragama.
BACA JUGA: 5 Amalan Maulid Nabi Muhammad SAW, Baca Kisah Salah Satunya
4. Meneladani Perilaku Rasulullah SAW
Hikmah lainnya adalah meneladani perilaku dan akhlak mulia Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Dalam peringatan Maulid Nabi, umat Islam diingatkan untuk mengikuti teladan beliau dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam urusan duniawi maupun akhirat. Meneladani akhlak Rasulullah menjadi dasar dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
(Kaje/Usk)