BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dalam rangka mengembangkan energi ramah lingkungan di Indonesia, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) lakukan pengujian produksi Bioavtur berbahan dasar Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah yang saat ini masih banyak diekspor.
Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman menyampaikan bahwa pengujian ini bertujuan untuk mencari potensi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Disamping itu, ia menyampaikan penggunaan minyak jelantah sebagai bahan dasar menjadi langkah untuk meningkatkan nilai ekonomis produk minyak bekas tersebut yang saat ini belum teroptimalkan di dalam negeri.
Pengujian produksi ini dilakukan KPI di Kilang yang berlokasi di Cilacap, Jawa Tengah. Taufik menyatakan akan memperluas produksi Bioavtur dari minyak jalantah ke kilang lainnya apabila pengujian ini berhasil.
“Kalau uji coba di Cilacap sukses pada Maret atau April ini, kita akan lanjutkan produksi secara penuh,” kata Taufik, Senin (17/3/2025), seperti dikutip Teropongmedia dari Kompas.
Setelah proses produksi ini berhasil, produk Bioavtur akan diuji meliputi uji statis dan dinamis untuk memastikan kualitas dan performa. Pelita Air yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) akan menjadi maskapai yang melakukan uji coba produk bioavtur dari minyak jelantah ini.
KPI menargetkan produksi bioavtur dalam negeri ini dapat memenuhi kebutuhan penerbangan internasional yang telah telah menerapkan standar bahan bakar ramah lingkungan.
Taufik menyampaikan bahwa beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura telah menerapkan aturan yang mewajibkan maskapai menggunakan bioavtur dengan batas minimal 1%.
Meskipun Indonesia belum menerapkan aturan serupa, dengan potensi produksi Bioavtur dalam negeri yang tinggi bisa memberikan peluang negara untuk menjadi penyuplai utama Bioavtur, khususnya di Kawasan asia Tenggara.
Potensi dan Kendala
“Paling tidak, kita bisa memasok bioavtur untuk penerbangan internasional yang sudah menerapkan standar energi hijau,” ucap Taufik.
Taufik mengatakan kapasitas produksi Bioavtur di Kilang Cilacap diproyeksikan mampu mencapai 9.000 barel per harinya. Proses produksi bioavtur ini metode co-processing yang menggunakan campuran minyak jelantah sebanyak 3% dari total bahan baku atau sebanyak 270 barel per hari.
BACA JUGA:
ESDM Ungkap Tantangan Produksi Bioavtur RI, Termasuk Sertifikasi
Pertamina Genjot Pengembangan Biofuel untuk Capai Swasembada Energi
Meskipun begitu, Taufik mengungkap masih ada sejumlah kendala, khususnya terakait ketersediaan bahan baku atau feedstock untuk produksi bioavtur. Saat ini minyak jelantah Indonesia kebanyakan masih diekspor ke Singapura karena memiliki nilai jual yang tinggi.
Untuk mendorong penyerapan minyak jelantah dalam negeri, KPI mendorong penerapan Domestic Market Obligation (DMO). Hal ini untuk memastikan ketersediaan bahan baku minyak jelantah dalam negeri.
“Kita harus mengubah pola ini, supaya minyak jelantah tidak semuanya diekspor. Kalau bahan bakunya ada di dalam negeri, kita bisa mempercepat produksi bioavtur dan biofuel lainnya,” ujar Taufik.
Sama hal nya dengan minyak jelantah, bahan baku bioavtur yang berasal dari Palm Oil Mill Effluent atau limbah sawit juga masih didominasi untuk keperluan ekspor. Untuk itu Indonesia perlu kebijakan yang bisa menyeimbangkan ketersediaan bahan baku khususnya untuk produksi bioavtur antara keperluan domestik dan market international.
(Raidi/Aak)