JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menunaikan ibadah haji merupakan impian setiap muslim dan muslimah. Seiring dengan peningkatan populasi muslim global, terbatasnya kapasitas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta tingginya biaya perjalanan, membuat naik haji semakin sulit.
Muslim dan muslimah perlu menunggu waktu lama untuk menunggu haji telah menjadi fenomena lama di Indonesia.
Data Kementerian Agama (Kemenag) RI menunjukkan, bahwa 4.719.092 orang terdaftar dalam daftar tunggu haji reguler, dan 127.257 orang dalam daftar tunggu haji khusus.
Di antara mereka, 28.726 orang dalam daftar tunggu reguler dan 1.092 orang dalam daftar tunggu khusus sudah pernah menunaikan haji sebelumnya.
Dengan kuota haji tahunan mencapai 241 ribu dari pemerintah Arab Saudi, waktu tunggu naik haji di Indonesia bervariasi antara 10 hingga 39 tahun, tergantung provinsi.
Provinsi dengan daftar tunggu terlama pada 2024 adalah Kalimantan Selatan (39 tahun), sedangkan Sulawesi Utara memiliki daftar tunggu terpendek (17 tahun).
Faktor-faktor yang mempengaruhi termasuk kuota haji, jumlah pendaftar, dan usia pendaftar. Salah satu penyebab lamanya masa tunggu adalah adanya orang yang sudah pernah berhaji ikut mendaftar lagi.
BACA JUGA: Habib Jafar Beri Pesan Bagi yang Tidak Bisa Berhaji Tetapi Ingin Mencium Kabah
Antrean panjang ini menyebabkan banyak muslim lanjut usia tidak mampu menunggu dan meninggal sebelum terlaksana keinginan naik haji.
Berhaji Sekali Seumur Hidup
Menko PMK Muhajir Effendy menyarankan agar haji cukup sekali seumur hidup, lantaran menunaikan umrah bisa kapan saja tanpa batasan.
Hal ini juga selaras dengan praktik berhaji seperti sunnah Rasulullah SAW yang hanya berhaji sekali.
Melansir laman Kemenag, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sepakat bahwa berhaji cukup untuk sekali seumur hidup.
Taufik CH dari HIMANU menegaskan, mayoritas ulama melarang haji lebih dari sekali, kecuali untuk haji badal atau haji untuk orang yang sudah meninggal atau sakit parah.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mendukung kebijakan tersebut, guna mengatasi masalah masa tunggu.
Ia berharap kebijakan ini akan memberikan kesempatan lebih besar bagi umat Islam menunaikan haji.
Tubagus Ace Hasan Syadzily dari Komisi VIII DPR RI juga mendukung revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Kebijakan ini tidak bermaksud melarang seseorang berhaji berulang kali, melainkan sebagai langkah untuk kesempatan yang lainnya.
Pentetapan kebijakan ini memerlukan sistem pendataan dan verifikasi yang baik, serta sosialisasi dan edukasi yang memadai kepada masyarakat.
Dengan menerapkan kebijakan haji sekali seumur hidup, dapat menciptakan sistem haji yang lebih adil, merata, dan efisien.
Organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, IPHI, dan tokoh-tokoh agama perlu berperan aktif dalam pencerahan masyarakat mengenai pentingnya kebijakan ini.
Kebijakan ini akan memperkuat persatuan dan keadilan dalam umat Islam, serta menghormati hak setiap muslim untuk menunaikan ibadah haji.
(Saepul/Aak)