SUMEDANG, TEROPONGMEDIA.ID — Mahkota Binokasih, salah satu pusaka paling berharga peninggalan Kerajaan Sunda, memiliki sejarah panjang sebagai simbol kekuasaan dan kelangsungan tradisi kerajaan.
Mengutip laman resmi Pemkab Sumedang,
Dibuat atas prakarsa Sanghyang Bunisora Suradipati, Raja Galuh (1357-1371), mahkota ini digunakan dalam upacara pelantikan raja-raja Sunda dan menjadi benda pusaka hingga kerajaan tersebut runtuh.
Ketika ibu kota Kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran diserbu pasukan Banten pada 1579, mahkota ini berhasil diselamatkan oleh empat pembesar kerajaan, yakni: Sayang Hawu, Térong Péot, Nangganan, dan Kondang Hapa.
Mereka membawanya ke Sumedang Larang dan menyerahkannya kepada Prabu Geusan Ulun, dengan harapan dapat meneruskan kejayaan Kerajaan Sunda. Sejak saat itu, mahkota ini menjadi pusaka Kerajaan Sumedang Larang.
Pada masa pemerintahan Bupati Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih (1937-1946), mahkota ini sempat digunakan sebagai hiasan kepala pengantin keluarga bangsawan Sumedang.
Kini, Mahkota Binokasih bersama siger emas menjadi daya tarik utama Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang.
BACA JUGA
Menelusuri Jejak Ratu Ayu Pakungwati, Cikal Bakal Perkembangan Kesultanan Cirebon
Makuta Binokasih Sanghyang Pake
Mahkota yang bernama lengkap Makuta Binokasih Sanghyang Pake ini merupakan simbol penting peninggalan Kerajaan Pajajaran.
Terbuat dari emas, mahkota ini menjadi salah satu koleksi paling berharga di Museum Prabu Geusan Ulun.
Dengan nilai sejarah yang tinggi, mahkota ini disimpan dalam lemari kaca segi delapan dengan pengamanan ketat.
Sebagai mahkota asli raja terakhir Pajajaran sebelum keruntuhannya, benda pusaka ini terus menarik perhatian pengunjung yang kerap berlama-lama menyaksikan mahakarya tersebut.
Hingga kini, Mahkota Binokasih tetap menjadi warisan budaya yang tak ternilai, menghubungkan generasi masa kini dengan kejayaan kerajaan-kerajaan Sunda di masa lalu.
(Aak)