JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Penggunaan lampu strobo dan sirene kini kembali menjadi sorota kuat pada muka publik.
Bukan hanya soal etika, perangkat ini disebut dapat memengaruhi keselamatan berkendara. Suara sirene yang nyarin dan cahaya strobo yang terlalu terang serta intimidatif berpotensi mengganggu fokus pengendara lain di jalan.
Sehingga, menimbulkan gerakan di media sosial dengan ajakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk”, yang merujuk pada penggunaan strobo dan sirene pada mobil pejabat.
Gerakan tersebut mengajak masyarakat untuk tidak menghiraukan sirene atau lampu strobo yang meminta prioritas jalan, terutama jika penggunaannya tidak sesuai aturan.
Efek dari Sirine dan Strobo Menurut Pakar
Terkait persoalan itu, menurut Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Instruktur Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu, penggunaan strobo dan sirene memang dapat memengaruhi banyak aspek, terutama keselamatan.
Menurutnya, cahaya strobo yang terlalu terang dan suara sirene yang keras bisa mengganggu konsentrasi pengendara lain, bahkan menimbulkan efek psikologis.
BACA JUGA:
Stop Tot Tot Wuk Wuk Menggaung, Panglima TNI Ngaku Jarang Pake Sirine dan Strobo
Muncul Gerakan Lawan Tot Tot Wuk Wuk, TNI pun Kini Tak Berani Asal Nyalakan Sirine dan Strobo
“Menyebabkan kecemasan/kepanikan/stress mendadak sehingga berisiko menimbulkan kecelakaan,” terangnya.
Jusri juga menambahkan bahwa strobo dan sirene dapat membahayakan pengguna jalan yang sensitif terhadap cahaya atau suara.
Landasan Hukum pada Penggunaannya
Selain berdampak pada keselamatan, penggunaan lampu strobo dan sirene sejatinya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 134 menyebutkan bahwa kendaraan yang berhak mendapat prioritas di jalan adalah:
(a) Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
(b) Ambulans yang mengangkut orang sakit;
(c) Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
(d) Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
(e) Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
(f) Iring-iringan pengantar jenazah; dan
(g) Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, Pasal 135 menyebutkan bahwa kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal petugas kepolisian dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirene.
Jusri menyoroti bahwa dalam praktiknya, aturan ini kerap dilanggar.
“Banyak kasus penyalahgunaan oleh kendaraan pribadi atau pejabat yang tidak dalam keadaan darurat. Masyarakat merasa aturan ini sering dilanggar, sehingga gerakan ini menjadi bentuk kontrol sosial terhadap ketidakadilan,” bebernya.
Meskipun demikian, Jusri menegaskan bahwa penggunaan strobo dan sirene bukan sepenuhnya dilarang. Kendaraan yang memang berada dalam kondisi darurat, seperti pemadam kebakaran atau ambulans, tetap harus diberi prioritas.
(Saepul)