Kolaborasi Global di RESILIENCE 2025: Alam Jadi Kunci Ketahanan Iklim

Penulis: Aak

Konferensi Resilience 2025 - Dok Pertamina Foundation
Konferensi Resilience 2025 (Dok. Pertamina Foundation)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Krisis iklim tak lagi sebatas ancaman masa depan. Suhu global telah melampaui ambang 1,5°C, dan Indonesia termasuk negara yang paling terdampak, mulai dari banjir, kebakaran hutan, kekeringan, hingga kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas kerja yang ditaksir mencapai Rp286 triliun pada 2021 (WMO, 2022).

Dalam situasi ini, solusi tak bisa lagi bersifat sektoral. Dibutuhkan pendekatan terpadu yang menjadikan alam sebagai bagian dari jawaban. Nature-based solutions (NbS) atau solusi berbasis alam menjadi tema utama dalam konferensi Resilience 2025: The 3rd International Conference on Nature-based Solutions in Climate Change, yang digelar Universitas Pertamina bekerja sama dengan Pertamina Foundation di Jakarta, Selasa (3/6/2025). Konferensi ini diikuti lebih dari 180 peneliti, akademisi, dan praktisi dari berbagai negara, seperti Indonesia, Taiwan, India, Vietnam, Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.

NbS merupakan pendekatan yang menggunakan ekosistem dan proses alamiah seperti restorasi hutan, konservasi mangrove, hingga pertanian berkelanjutan untuk menanggulangi perubahan iklim, melindungi keanekaragaman hayati, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Laporan IUCN menyebut bahwa NbS dapat berkontribusi hingga 37 persen dari target penurunan emisi global pada 2030.

Dalam sesi panel, isu ketahanan masyarakat atau adaptive capacity menjadi sorotan utama. Prof. Chun-Hung Lee (National Dong Hwa University, Taiwan) menjelaskan pentingnya penguatan sistem sosial berbasis komunitas dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim. Pendekatan Community-Based Disaster Management yang ia terapkan di Taiwan mendorong partisipasi aktif warga dalam simulasi evakuasi, pengelolaan shelter, dan pendidikan kebencanaan.

Pemikiran ini dilengkapi oleh Prof. Yuri Mansury dari Illinois Institute of Technology, AS yang mengingatkan bahwa adaptasi tidak bisa hanya dibebankan pada infrastruktur. Ia menekankan bahwa kerugian akibat panas ekstrem bukan hanya soal suhu, melainkan menyangkut ketimpangan sosial.

“Adaptive capacity berarti memperkuat akses ke pendidikan, pekerjaan layak, dan layanan publik—terutama bagi kelompok paling rentan,” ujarnya.

Prof. Jatna Supriatna dari Universitas Indonesia membahas keterkaitan erat antara perubahan iklim dan biodiversitas, khususnya di Indonesia yang menyimpan lebih dari 10 persen keanekaragaman hayati dunia. Deforestasi, alih fungsi lahan, dan tekanan terhadap ekosistem pesisir telah memperburuk dampak iklim dan memperbesar potensi penyakit zoonotik.

Materi ini melengkapi diskusi dari Prof. Agni Klintuni Boedhihartono dan Prof. Jeff Sayer dari University of British Columbia, Kanada, yang menyoroti pentingnya pendekatan berbasis lanskap dan kearifan lokal dalam menjaga keberlanjutan sosial dan ekologis.

Konferensi ini juga menjadi ajang bagi Universitas Pertamina untuk menampilkan kontribusi akademiknya dalam bidang keberlanjutan. Melalui Sustainability Center dan 12 Centers of Excellence, UPER aktif dalam riset energi terbarukan, konservasi ekosistem, dan pengembangan desa berkelanjutan. Program magister keberlanjutan yang dijalankan bersama Yale University, ITB, dan NDHU Taiwan juga diperkenalkan sebagai bagian dari kolaborasi global.

Dalam sambutannya, Presiden Direktur Pertamina Foundation, Agus Mashud S. Asngari, menyampaikan bahwa tantangan iklim yang dihadapi dunia saat ini memerlukan solusi yang tidak hanya ilmiah, tetapi juga membumi dan memberdayakan.

“Solusi berbasis alam bukan hanya konsep, tetapi realitas yang telah kami terapkan di lapangan. Dari penanaman mangrove, konservasi paus hiu di Teluk Cenderawasih, hingga program energi bersih desa, kami percaya bahwa keberlanjutan tidak bisa dilepaskan dari kekuatan komunitas. Melalui PFsains, kami mendorong lebih banyak inovasi hijau dari desa untuk dunia,” tegasnya.

PFsains merupakan kompetisi inovasi yang mendukung ide-ide berbasis NbS dari masyarakat akar rumput, dengan pendanaan hingga Rp2,5 miliar. Program ini melengkapi inisiatif Hutan Lestari dan Desa Energi Berdikari Sobat Bumi yang telah berhasil menanam lebih dari 4 juta pohon dan menjangkau 42 desa dengan akses energi terbarukan.

Rektor Universitas Pertamina, Prof. Wawan Gunawan, menutup konferensi dengan menegaskan bahwa krisis iklim hanya bisa diatasi melalui kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis nilai.

“Solusi iklim tidak bisa semata teknokratis. Ia harus berakar pada keadilan, pengetahuan lokal, dan keberpihakan pada generasi mendatang,” ujarnya.

(Aak)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Saxophone rudal Iran Israel
Pria Main Saxophone di Lebanon, saat Rudal Iran-Israel Menghujan!
Film Dokumenter UI
Film Dokumenter Suku Iban Karya Mahasiswa UI Dapat Pengakuan Dunia
WhatsApp Image 2025-06-16 at 19.19
DJP Jawa Barat Sita 133 Aset Penunggak Pajak Senilai Rp16,69 Miliar
Tawuran Bekasi - Instagram Humas Polres Metro bekasi
Lerai Tawuran, Anggota Karang Taruna Bekasi Tewas Kena Bacok: Pelaku Siswa SMP dan SMA
lando-norris-mclaren-3
Insiden Norris vs Piastri Picu Ketegangan Internal McLaren di Tengah Perburuan Poin
Berita Lainnya

1

Tim SAR Gabungan Temukan Korban Terseret Arus di Pantai Barat Pangandaran

2

Nama Asli Jokowi Oey Hong Liong? Cek Fakta Sebenarnya!

3

Kabar Duka, Penyiar Radio Sekaligus Musisi Gustiwiw Meninggal Dunia

4

Ida Fauziyah: PKB Lahir dari Rahimnya NU

5

Viral HMPV: Ketahui Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan dan Pencegahannya
Headline
Piala Presiden 2025 Akan Digelar di Dua Stadion, Berikut Jadwal Lengkapnya 
Piala Presiden 2025 Akan Digelar di Dua Stadion, Berikut Jadwal Lengkapnya 
pemprov jabar utang BPJS Kesehatan
Ridwan Kamil Wariskan Utang BPJS Kesehatan Rp 300 M, Pemprov Jabar Kelabakan
PM Israel sebut Iran ingin bunuh donald trump
PM Israel Sebut Iran Ingin Bunuh Donald Trump
Gunung Gamalama Alami Peningkatan Aktivitas Kegempaan dengan Ancaman Bahaya Lontaran Material Kawah
Gunung Gamalama Alami Peningkatan Aktivitas Kegempaan dengan Ancaman Bahaya Lontaran Material Kawah

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.