BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Menjadi seorang perwira militer di luar negeri bukanlah hal yang mudah. Namun, Rosita Baptiste berhasil membuktikan bahwa dengan kerja keras dan ketekunan, impian bisa menjadi kenyataan.
Berasal dari Indonesia, Rosita kini berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) di Angkatan Darat Amerika Serikat. Perjalanan hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama perempuan yang bercita-cita berkarier di dunia militer.
Latar Belakang Pendidikan Rosita Baptiste
Sebelum bergabung dengan militer AS, Rosita menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan jurusan Perdagangan Internasional. Awalnya, ia berkarier sebagai wartawan di media ekonomi dan bisnis, termasuk bekerja untuk Warta Ekonomi.
Pada tahun 2000, Rosita pindah ke Amerika Serikat setelah menikah. Namun, keinginannya untuk melanjutkan karier sebagai wartawan di sana terhambat karena belum memiliki pengalaman di media Amerika.
Untuk bertahan hidup, ia sempat bekerja sebagai kasir di Burger King, menjalani pekerjaan kasar seperti membersihkan meja dan toilet. Pengalaman ini menjadi titik balik yang menguatkan mentalnya dalam menghadapi tantangan hidup.
Memasuki Militer AS
Rosita Baptiste memutuskan untuk bergabung dengan militer AS setelah didorong oleh suaminya yang juga seorang tentara. Meskipun hanya memiliki tinggi 149 cm, ia tetap mencoba peruntungannya. Awalnya, Rosita gagal dalam ujian tertulis karena tidak mencapai passing grade. Namun, semangatnya tidak pudar. Ia belajar dengan giat dan berhasil lolos dalam ujian berikutnya.
Saat menjalani pelatihan militer, Rosita menghadapi tantangan fisik yang berat. Meskipun usianya saat itu sudah 34 tahun, ia tetap harus melewati latihan yang sama dengan tentara lainnya tanpa perlakuan khusus. Ketekunannya akhirnya membuahkan hasil, dan ia mendapatkan penugasan di berbagai negara, termasuk Jerman, Irak, dan Kuwait.
Pengalaman di Zona Perang
Sebagai tentara yang bertugas di zona konflik, Rosita mengalami banyak kejadian menegangkan. Salah satu pengalaman paling mengerikan terjadi ketika ia nyaris terkena tembakan peluru saat berada di dalam kelas. Peluru yang menembus langit-langit hampir mengenai kepalanya jika ia tidak menunduk pada saat yang tepat.
Akibat sering menghadapi situasi berbahaya, Rosita mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), kondisi yang banyak dialami oleh tentara yang pernah bertugas di medan perang. Meskipun trauma ini tidak bisa hilang, ia berusaha berdamai dengan dirinya sendiri dan terus melanjutkan kehidupannya.
Setelah bertahun-tahun berdinas, Rosita akhirnya mendapatkan kewarganegaraan Amerika Serikat. Namun, menjadi warga negara AS tidak membuatnya melupakan Indonesia. Ia tetap mengenalkan budaya dan bahasa Indonesia kepada anaknya serta menjaga hubungan erat dengan komunitas Indonesia di Amerika.
Saat merayakan kenaikan pangkatnya, banyak orang Indonesia di San Antonio yang turut merayakan dengan menyajikan makanan khas Indonesia. Rosita merasa bangga bisa membawa budaya Indonesia ke lingkungan barunya.
BACA JUGA:
Ini Sosok Briptu FN, Sosok Polwan yang Bakar Suami di Mojokerto!
Profil AKP Agnis Juwita Manurung, Polwan Viral Disemprot Netizen
Sejak kecil, Rosita bercita-cita menjadi Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia. Namun, impian tersebut terhalang oleh persyaratan tinggi badan. Meskipun demikian, ia tidak menyerah. Di Amerika, Rosita menemukan bahwa kemampuan lebih diutamakan daripada fisik, sehingga ia tetap bisa berkarier di dunia militer.
Setelah 11 tahun 3 bulan bertugas secara aktif, Rosita akhirnya memutuskan untuk keluar dari dinas aktif demi anaknya. Ia merasa bahwa keluarga lebih membutuhkan kehadirannya. Meskipun sudah tidak bertugas secara aktif, ia tetap berkarier di militer dengan status cadangan.
(Kaje/Budis)