BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kasus anak SD berinisial ARP di Kota Cirebon, Jawa Barat, yang diduga menderita gejala depresi harus menjadi perhatian semua kalangan masyarakat, terutama para orang tua. Simak ulasan tentang 14 gejala depresi pada anak remaja dalam artikel ini.
Emosi ARP menjadi tak terkendali seteah handphone miliknya dijual oleh orang tua karena terdesak kebutuhan sehari-hari. Sementara handphone tersebut merupakan milik ARP hasil dari menabung dari uang jajan harian.
Adapun, ARP merupakan remaja berusia 13 tahun yang tinggal di Kampung Gunungsari Bedeng, Kelurahan Pekiringan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat.
Gegara gejala kejiwaan tersebut, ARP sudah 10 bulan tidak dapat mengikuti lagi pelajarannya di sekolah. Padahal ARP sudah mengijak kelas 6 SD.
Video kondisi ARP saat menunjukkan gejala depresi kemudian viral di media sosial, yang kemudian memancing perhatian pemerintah untuk memberikan penanganan kesehatan jiwa ARP termasuk jaminan pendidikan ke depan.
Kasus depresi anak yang menimpa ARP merupakan satu dari sekian banyak kejadian di berbagai tempat di Indonesia, baik yang terekspose maupun yang tersembunyi.
Depresi pada Remaja
Terkait kasus depresi anak dan remaja tersebut, Zaenab, S.Kep.,Ns. dari RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang melalui laman resmi Pelayanan Kesehatan (Yankes) Kemenkes RI memaparkan cara orang tua atau keluarga untuk mengetahui gejala depresi pada anak atau remaja.
Zaenab menjelaskan, depresi sejatinya tidak mengenal usia. Oleh karena itu remaja pun dapat mengalami depresi.
Menurut data Riskesdas tahun 2018, sebanyak hampir 5 persen remaja dan anak sekolah di daerah Jawa Timur menderita depresi.
Hal ini tidak lepas dari usia remaja yang merupakan masa pencarian jati diri. Keadaan lingkungan sekitar, keluarga, serta pergaulan yang tidak mendukung, akan berpengaruh pada emosi remaja.
Dengan kondisi emosi yang masih labil dan kerap kali terpengaruh mood, maka tak pelak bisa menjadi penyebab depresi.
Remaja juga dapat beresiko tinggi depresi apabila remaja mempunyai riwayat trauma baik penganiayaan fisik maupun verbal, hingga riwayat kehilangan orang terdekat.
Depresi seringkali diidentikkan dengan kesedihan, yang padahal dua hal ini merupakan masalah yang berbeda. Depresi merupakan salah satu gangguan jiwa, sedangkan kesedihan merupakan fenomena sosial yang dapat dialami oleh setiap manusia.
“Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan apakah kesedihan yang dirasakan oleh remaja kita merupakan depresi atau bukan,” kata Zaenab.
Pembeda dari keduanya, kata Zaenab, bisa dilihat dari tiga hal, yaitu Seberapa Lama, Seberapa Kuat, dan Seberapa Banyak.
Seberapa lama kah kesedihan atau perubahan emosi itu dirasakan oleh remaja. Jika anak kita menunjukkan tanda-tanda sedih yang berkepanjangan, atau perubahan perilaku dan sering mudah lelah dalam waktu lebih dari 2 minggu, maka dapat dicurigai sebagai depresi.
Selanjutnya seberapa kuatkah emosi yang dirasakan remaja, apakah hilang timbul, atau tidak hilang walaupun melakukan hal-hal yang biasanya menyenangkan dan menenangkan.
Dan terakhir Seberapa banyak hal tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari remaja, baik dalam mengerjakan tugas sekolah, hubungan dengan orang sekitar, hingga kesehatan.
“Kita hendaknya bisa mencurigai apabila tiba-tiba anak kita mengalami penurunan atau bahkan kenaikan berat badan secara drastis,” tegasnya.
Nilai sekolah yang juga tiba-tiba anjlok hingga kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas, jika tidak waspada atau justru malah menuduh anak malas maupun tidak bisa diatur, justru dapat menambah tekanan pada anak remaja yang dapat memperburuk kondisi depresi.
Menurutnya, secara umum remaja yang mengalami depresi sulit untuk dibedakan, tetapi perubahan pada pikiran, emosi, perilaku hingga fisik dapat menunjukkan gejala yang mengarah pada depresi.
BACA JUGA: Pj Wali Kota Cirebon Bantu ARP, Bocah Depresi Akibat Hapenya Dijual Orang Tua
Berikut 14 Gejala Depresi pada Anak Remaja:
- Perasaan sedih yang berkepanjangan, sering menangis hingga mudah sensitif
- Menunjukkan gejolak emosi yang tidak seperti dirinya, seperti tiba-tiba marah tanpa sebab.
- Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan
- Kesulitan mengingat sesuatu
- Suka melamun dan menyendiri di kelas
- Kurang nafsu makan atau makan berlebihan
- Sulit tidur atau tidur berlebihn
- Hilangnya motivasi, merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga
- Merasa tidak berdaya, menyesal hingga menyalahkan diri sendiri
- Memutuskan hubungan dengan teman sebaya
- Berhenti melakukan kegiatan yang biasanya disenangi
- Memiliki pikiran negatif seperti menyakiti dri sendiri hingga keinginan bunuh diri.
- Muncul gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut hingga mual muntah.
- Pada keadaan yang lebih buruk, anak dapat mengalami halusinasi hingga perilaku kekerasan
Ia menekankan, gejala-gejala di atas perlu diwaspadai oleh para orang tua. Jika anak menunjukkan beberapa gejala dalam waktu yang lama, maka segera cari bantuan profesional.
Anak seringkali tidak tahu jika dirinya membutuhkan bantuan, sehingga dia tidak bisa menguatkan dirinya sendiri. Oleh karena itu validasi perasaan anak dan bantu mereka untuk menerima dukungan pengobatan.
Tindakan yang harus dilakukan orang dewasa apabila anak mengalami gejala depresi
Hal yang paling utama adalah support orang tua. Dukungan ini salah satunya dapat berupa menemani untuk mencari bantuan profesional. Dengan mengantarkan anak ke psikiatri maupun psikolog, menunjukkan kepada mereka bahwa mereka tidak sendiri.
“Bahwa kita ada untuk mendukung remaja melewati hari-hari beratnya. Depresi memang tidak bisa hilang begitu saja. Akan tetapi, remaja yang menjalani terapi hingga pengobatan biasanya menunjukkan kondisi yang lebih baik,” terangnya.
Selain itu, orang dewasa dapat mendukung dengan menciptakan suasana yang sehat dan kondusif di lingkungan rumah, seperti menyediakan makanan yang lezat, sehat dan bergizi.
Mengajak anak melakukan aktivitas ringan seperti berjalan kaki 10 menit di pagi hari. Sebagai orang tua sebisa mungkin mengurangi konflik keluarga terutama di hadapan anak.
Luangkan waktu bersantai bersama, mengisi waktu dengan melakukan hal-hal menyenangkan seperti berlibur atau sekedar makan bersama.
Ikatan yang kuat antara orang tua dan anak terbukti dapat membantu meningkatkan kesehatan mental remaja. Rasa aman, diterima dan dilindungi oleh orang tua dan teman dapat memberikan pengaruh positif pada remaja untuk dapat melalui hari-hari yang berat.
Dengan pentingnya peran orang tua dalam menghadapi kehidupan remaja, maka hendaknya mereka dibekali dengan banyak pengetahuan terkait kesehatan mental remaja, agar anak kita bisa hidup di lingkungan yang mendukung ia untuk berkembang.
“Remaja yang sehat jiwa kelak akan menjadi tokoh-tokoh penting yang akan membangun bangsa dan negara, sehingga momentum tumbuh kembang remaja harus tetap diperhatikan dan diawasi oleh orang tua,” pungkas Zaenab.
(Aak)