BALI,TM.ID – Kehadiran pasal 412 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berkaitan dengan larangan kumpul kebo dan telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada 6 Desember 2022 sebagai bentuk perlindungan dan penghormatan negara terhadap perkawinan.
Siapa saja yang melakukan kumpul kebo akan diproses hukum apabila ada aduan dari suami/istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua/anaknya bagi orang yang tak terikat perkawinan.
“Hak itu diberikan kepada suami/istri atau orang tua/anak apabila untuk menggugat, yang mana hak ini boleh digunakan atau tak digunakan. Jadi absolut sekali ini adalah delik aduan, ini yang kami suarakan dan kami sampaikan kepada teman-teman pariwisata,” kata Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam “The Weekly Brief with Sandi Uno” melansir Antara Senin, (12/12/2022).
Menurutnya, Sejak KUHP disahkan menjadi Undang-Undang (UU), pihaknya langsung mengadakan kajian terhadap seluruh pasal yang ada. Hasil kajian yang dilakukan memperlihatkan bahwa tidak ada satupun poin-poin yang merugikan wisatawan, bahkan terkait pasal 412 KUHP.
“Dengan adanya pasal 412 KUHP, justru lebih jelas subjeknya, siapa yang menggugat jelas, suami/istri atau orang tua/anak, yang mana sebelumnya tak pernah diatur,” ucap Tjokorda Oka.
Adapun adanya informasi yang menyatakan ada pembatalan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) pasca KUHP baru disahkan, Wagub Bali memastikan tidak ada pembatalan yang berarti karena informasi tersebut tidak 100 persen benar.
Jika dilihat data kunjungan wisatawan sebelum tanggal 6 Desember, kedatangan para pelancong berada di kisaran 10-11 ribu per hari.
“Namun setelah tanggal 6 Desember, ada peningkatan yang cukup signifikan (karena) menyentuh angka 12.400 kunjungan wisatawan hingga hari kemarin (Minggu 11/12). Angka ini menurut Angkasa Pura (pihak pengelola bandar udara) akan terus meningkat hingga akhir tahun,” ungkapnya.
(Budis)