BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Ir. Haryo Dwito Armono ST, MEng, PhD, IPM, ASEAN Eng, menghadirkan inovasi struktur pemecah gelombang berbasis ekosistem.
Ia mengembangkan teknologi bernama Hexareef, yaitu struktur pelindung pantai yang mengintegrasikan terumbu karang buatan sebagai bagian dari solusi berbasis alam.
Dalam orasi ilmiahnya saat pengukuhan sebagai guru besar ke-220 ITS, Haryo menjelaskan bahwa konsep building with nature atau membangun bersama alam menjadi pendekatan utama dalam desain Hexareef.
Ia menekankan bahwa penggunaan terumbu karang buatan tidak hanya bertujuan menahan ombak, tetapi juga menghidupkan kembali habitat laut yang makin terancam punah.
“Dalam 20 tahun ke depan, sekitar 70 hingga 90 persen terumbu karang di Indonesia terancam hilang akibat pemanasan global yang menyebabkan suhu laut meningkat,” ujar Haryo.
Ia mengingatkan, kondisi ini dapat berdampak serius pada keberadaan ikan dan hasil tangkapan nelayan.
Desain Hexareef sendiri berbentuk heksagonal dengan diameter 60 sentimeter dan tinggi 80 sentimeter. Uniknya, struktur ini dilengkapi lubang-lubang yang dirancang untuk memperlancar sirkulasi air laut, sekaligus menjadi tempat tumbuhnya vegetasi terumbu karang buatan.
Instalasi Hexareef dilakukan dengan cara merendamnya di bawah permukaan laut dalam posisi sejajar sepanjang 50 hingga 100 meter.
Salah satu lokasi penerapan Hexareef adalah di Papua Paradise Eco-Resort, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Selain melindungi garis pantai dari abrasi, struktur ini juga menambah daya tarik wisata bahari.
“Terumbu karang buatan ini bisa menjadi objek wisata bawah laut, ditambah suasana matahari terbit dan terbenam yang memukau, menjadikan lokasi ini semakin menarik,” ujar Haryo yang juga aktif di Laboratorium Teknik Pesisir dan Pelabuhan ITS.
Inovasi Hexareef tidak hanya berdampak pada aspek lingkungan, tetapi juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 14 tentang pelestarian ekosistem laut.
Teknologi ini telah diterapkan di berbagai lokasi, termasuk Desa Tlangoh di Bangkalan, Madura. Di kedua lokasi tersebut, keberadaan Hexareef terbukti membantu memulihkan garis pantai yang terkikis serta meningkatkan nilai ekonomi dari sektor wisata.
Baca Juga:
Diton Pitstop Bengkel Cat Semprot Pertama, Repaint Motor Tak Butuh Waktu Lama!
Barunastra ITS Juara Dunia IRC 2025, Bukti Talenta Maritim Indonesia Mendunia
Haryo berharap agar inovasi ini dapat diadopsi lebih luas oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Menurutnya, Hexareef adalah solusi ramah lingkungan yang tidak hanya mencegah abrasi, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kelestarian laut.
“Melalui pendekatan ini, kita dapat meminimalisir dampak abrasi dan menghindari kerusakan yang lebih besar di masa depan,” pungkasnya.
(Virdiya/Budis)