BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Warok dalam reog ponorogo merupakan bagian dari kebudayaan Jawa yang sangat dihormati dan diakui, terutama bagi masyarakat Ponorogo.
Warok adalah sebutan untuk lelaki yang memiliki sifat kesatria, berbudi pekerti tinggi, dan dihormati oleh masyarakat.
Bagi penduduk setempat, Warok bukanlah hal yang asing, sebaliknya menyebut Warok akan menimbulkan rasa bangga dan kebanggaan.
Kata “warok” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “wewarah” yang berarti ‘pengajaran’. Warok sebagai orang yang dapat memberikan petunjuk dan pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.
Sosok ini sangat masyarakat Ponorogo percaya sebagai individu yang memiliki budi pekerti yang mulia, perilaku yang luhur, dan kelebihan ilmu pengetahuan daripada dengan orang biasa.
Warok sering berperan sebagai pemimpin informal di masyarakat dengan pengikut yang banyak. Dalam pertunjukan, Warok dapat memerankan berbagai peran, seperti pengawal raja Klono Sewandono (Warok muda) atau sebagai sesepuh dan guru (Warok tua).
Warok muda sering terambarkan sedang berlatih ilmu kanuragan, dengan tubuh gempal, bulu dada lebat, kumis dan jenggot tebal, serta mata tajam.
Sementara Warok tua umumnya sebagai pelatih atau pengawas Warok muda, dengan tubuh kurus, jenggot putih panjang, dan berjalan dengan tongkat.
Dahulu, Warok sebagai ahli kanuragan yang mencapai ilmu dan kesaktiannya dengan tidak berhubungan dengan wanita, tetapi dengan anak laki-laki gemblakan.
BACA JUGA : Sejarah Kesenian Tradisional Reog Ponorogo
Mereka juga sering mengonsumsi minuman keras. Namun, saat ini konsep Warok telah mengalami perubahan dan evolusi paradigma.
Warok merupakan simbol keberanian, kekuatan, dan kebijaksanaan dalam kebudayaan Ponorogo. Peran Warok tidak hanya dalam seni Reog, tetapi juga sebagai teladan moral dan budaya bagi masyarakat setempat.
Keberadaan Warok dalam reog ponorogo memperkaya warisan budaya dan seni tradisional Jawa, serta menjadi bagian integral dari identitas dan kebanggaan masyarakat Ponorogo.
(Hafidah Rismayanti/Budis)