BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di era ketika kecerdasan buatan (AI) diposisikan sebagai fondasi masa depan, Meta raksasa teknologi di balik Facebook dan Instagram tengah membangun infrastruktur masif yang bisa mengubah wajah bumi secara harfiah.
Di bawah kepemimpinan Mark Zuckerberg, Meta memulai proyek pembangunan dua pusat data AI raksasa bernama Hyperion dan Prometheus bukan hanya untuk menguasai pasar AI, tetapi juga sebagai simbol dari babak baru peradaban digital.
Pusat data Hyperion, yang akan dibangun di Louisiana, digadang-gadang akan seluas Manhattan dan mengonsumsi daya hingga 5 gigawatt, setara dengan kebutuhan listrik jutaan rumah tangga.
Sementara Prometheus, super cluster AI di Ohio, akan menambah beban dengan kapasitas 1 GW mulai 2026.
Infrastruktur ini bukan sekadar ruang server mereka adalah “kota digital” yang rakus energi dan air demi menopang sistem AI Meta yang terus berkembang.
Mereka tak hanya memproses data, tetapi juga secara fisik menyedot sumber daya dari bumi nyata.
Bukan sekadar teori. Di Georgia, pembangunan pusat data Meta telah menyebabkan gangguan air bersih. Beberapa laporan menyebutkan keran rumah warga mengering karena sumber air dialihkan untuk pendinginan server.
Baca Juga:
Meta Tarik Scale AI ke Proyek Superintelligence Bernilai Rp230 Triliun
Hal yang sama terjadi di Texas saat ekspansi CoreWeave, perusahaan AI lain, menyebabkan lonjakan permintaan listrik.
Jika pusat data seperti ini terus tumbuh tanpa kendali, maka bisa jadi kita tidak hanya akan mengalami kekeringan data pribadi, tapi juga kekeringan air bersih secara harfiah.
Zuckerberg berambisi menciptakan laboratorium superintelligence untuk menyaingi OpenAI dan Google DeepMind. Ia bahkan merekrut talenta AI global, termasuk dari China, untuk menjadikan Meta pusat kecerdasan masa depan.
Proyek ini juga memperlihatkan realita baru, AI tidak netral secara lingkungan. Semakin “cerdas” sebuah sistem, semakin “haus” pula ia terhadap energi dan sumber daya.
Pemerintah AS bukan hanya memberi izin, tetapi juga mendorong penuh. Menteri Energi bahkan menyebut bahwa AI mengubah listrik menjadi “kekayaan paling bernilai: kecerdasan.” Maka tak heran, energi dari gas, batu bara, hingga nuklir pun digenjot demi menopang revolusi AI ini.
Menurut prediksi, pada 2030, pusat data AI akan menyerap hingga 20% dari total listrik nasional AS, lompatan besar dari 2,5% pada 2022. Bayangkan jika tren ini menular ke negara lain.
(Budis)