ACEH,TM.ID: Ada kedekatan emosional tersendiri antara Prabowo Subianto dengan Aceh. Kedekatan ini tak lepas dari peran orang tuanya, Soemitro Djojohadikoesoemo dengan daerah yang berjuluk Serambi Mekah itu.
Menteri Pertahanan RI tersebut kini tengah menjadi Calon Presiden (Capres) 2024 dengan nomor urut 2, bercerita tentang kisahnya bersahabat dengan eks panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Panglima GAM itu bernama Muzakir Manaf yang dulu memimpin pasukannya dalam kontak senjata dengan TNI.
Prabowo menyebut, menyatu dengan eks panglima GAM itu menjadi sejarah langka di dunia.
“Ini saya kira suatu kejadian yang langka di sejarah dunia,” kata Prabowo, seperti dilansir Antara, Selasa (26/12/2023).
Sebab, dirinya sebagai mantan panglima Kostrad, Jenderal Kopassus, sedangkan Muzakir Manaf merupakan mantan Panglima GAM.
“Kok kita bisa bersatu. Ini yang di luar pemikiran banyak orang,” kata Prabowo dalam kunjungan kerjanya di Banda Aceh.
Di Aceh, Prabowo Subianto menghadiri silaturahmi dengan ulama dan tokoh masyarakat Aceh. Hadir dalam acara tersebut, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) termasuk sang mantan Panglima GAM Muzakir Manaf.
Prabowo menyebut, dengan kedekatan emosional dan rekonsiliasi yang telah terjadi selama ini, menjadi bukti bahwa persatuan menjadi bagian yang terpenting bagi negeri ini.
Prabowo juga mengapresiasi dan menyampaikan terimakasih kepada rakyat Aceh karena telah memberikan dukungan besar saat dirinya berjuang dalam Pilpres 2019 lalu.
“Kita saling merangkul, jadi ini yang buat saya selalu emosional, puncaknya pemilihan Presiden lalu. Salah satunya, saya dapat dukungan paling besar di Aceh. Saya minta maaf sesudah kalah, saya belum ke Aceh,” tegasnya.
Prabowo juga mengungkapkan bahwa hubungan emosional antara dirinya dengan Aceh sudah berlangsung lama. Terlebih, ayahanda Prabowo, Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan perintis Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
“Orang tua saya, Prof. Soemitro dari awal sangat dekat dengan tokoh-tokoh Aceh, dan sempat menjadi dosen terbang, beliau sangat bangga, selalu cerita kepada kami terbang ke Aceh dan memberi kuliah,” katanya.
Tidak hanya itu, perjuangan Prof. Soemitro kemudian berlanjut saat ia bersama rakyat Aceh saling dukung di masa-masa sulit, seperti ketika terjadinya pergolakan di tahun 1950-an.
Selanjutnya, orang tua Prabowo juga ikut berjuang bersama tokoh-tokoh dan rakyat Aceh dalam masamasa sulit di tahun 50-an. Kala itu, Indonesia mengalami pergolakan karena permasalahan ideologi.
“Sesudah itu pun hubungan emosional saya tidak berhenti, karena saya juga terus menerus berhubungan baik, dan puncaknya adalah bahwa saya bisa bersatu dengan tokoh-tokoh dari Partai Aceh,” ungkap Prabowo.
(Aak)