JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kenaikan harga emas perhiasan menjadi pendorong utama lonjakan inflasi sepanjang semester pertama 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi year-to-date (ytd) mencapai 1,38 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, bahwa emas perhiasan muncul sebagai penyumbang inflasi enam kali dalam enam bulan terakhir, menjadikannya komoditas paling dominan dalam mendorong harga-harga naik.
“Selama semester I tahun 2025, komoditas yang sering muncul sebagai penyumbang inflasi month-to-month adalah emas perhiasan,” ujar Pudji dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Emas perhiasan tercatat mengalami inflasi secara konsisten sejak September 2023 dan terus berlanjut hingga pertengahan 2025. Selain emas, komoditas lain yang juga mendorong inflasi adalah beras, ikan segar, dan tarif angkutan udara.
Dari sisi komponen, kelompok volatile food atau bahan makanan yang harganya cenderung bergejolak menjadi penyumbang utama inflasi, baik dalam skala bulanan (month-to-month) maupun tahunan (year-on-year).
BPS mencatat, inflasi bulanan pada Juni 2025 sebesar 0,19 persen, sementara inflasi tahunan mencapai 1,87 persen. Angka ini menunjukkan tekanan inflasi meningkat jika dibandingkan dengan inflasi semester I tahun 2023 (1,24 persen) dan 2024 (1,07 persen).
Harga Emas Global dan Ketidakpastian Ekonomi
Lonjakan harga emas perhiasan tak lepas dari tren kenaikan harga emas dunia. Sejak awal 2025, logam mulia ini mengalami apresiasi tajam seiring meningkatnya ketidakpastian global. Emas kembali mengukuhkan posisinya sebagai safe haven, yakni aset perlindungan yang dicari investor saat kondisi ekonomi memburuk.
Salah satu pemicu utama lonjakan harga emas adalah kebijakan tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump, yang berdampak pada meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Pengumuman tersebut memicu kekhawatiran terhadap resesi yang mungkin terjadi di Amerika Serikat.
Selain itu, ketegangan perdagangan antara AS dan China yang kembali memanas juga memperparah kondisi. Investor global merespons situasi ini dengan mengalihkan portofolio mereka ke emas, yang dianggap lebih stabil dibandingkan aset-aset berisiko lainnya.
“Kondisi global sangat berpengaruh terhadap dinamika harga emas di dalam negeri. Ketika permintaan emas sebagai alat lindung nilai meningkat, harga emas perhiasan di pasar domestik pun ikut melonjak dan berimbas ke inflasi,” ujar Pudji.
Di sisi lain, faktor-faktor domestik seperti permintaan emas perhiasan menjelang musim pernikahan dan hari besar keagamaan turut memperkuat tekanan harga.
Proyeksi dan Langkah Pemerintah
Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan menjaga stabilitas harga di tengah tekanan global. Volatilitas komoditas seperti beras dan ikan segar juga menjadi perhatian utama karena menyangkut kebutuhan pokok masyarakat luas.
BPS menekankan pentingnya penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola pasokan bahan pangan serta memperhatikan faktor musiman dan cuaca yang turut memengaruhi produksi.
Dengan tekanan dari sektor komoditas dan situasi eksternal yang belum stabil, pengendalian inflasi diperkirakan akan menjadi fokus utama kebijakan fiskal dan moneter hingga akhir tahun 2025.
(Dist)