BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan program Wajib Militer (Wamil) ke dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat di Jawa Barat. Sebagai pembanding, seperti apa keberhasilan program wamil di Korea Selatan, yang telah diberlakukan sejak tahun 1957?
Dedi Mulyadi menegaskan, program wamil bertujuan untuk membentuk karakter bela negara di kalangan siswa, terutama bagi mereka yang terlibat dalam balapan liar, geng motor, atau perkelahian antar pemuda.
Menurut Dedi Mulyadi, program Wamil di tingkat SMA dirancang untuk menanamkan kedisiplinan, rasa tanggung jawab, dan nasionalisme kepada generasi muda.
Merangkum dari berbagai sumber, untuk merealisasikan rencana ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan bekerja sama dengan Kodam III/Siliwangi.
Namun, program ini masih dalam tahap wacana dan memerlukan koordinasi lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait, termasuk institusi pendidikan dan militer. Penyiapan infrastruktur dan sumber daya yang memadai juga menjadi tantangan dalam implementasinya.
Belajar dari Korea Selatan
Korea Selatan sering menjadi referensi dalam pembahasan wajib militer. Di negara tersebut, pria berusia 18–28 tahun diwajibkan mengikuti wajib militer selama 18–21 bulan.
Sistem ini telah menjadi bagian penting dari strategi pertahanan nasional Korea Selatan, terutama dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Beberapa dampak positif dari sistem wajib militer di Korea Selatan antara lain:
1. Memperkuat rasa nasionalisme dan patriotisme setiap warga negaranya.
2. Menciptakan cadangan militer yang kuat.
3. Mengurangi biaya pertahanan negara dengan sistem militer yang efisien.
Namun, sistem ini juga menuai kritik, terutama dari kalangan muda yang merasa terganggu karier dan pendidikannya.
Dampak Potensial di Indonesia
Jika diterapkan di Indonesia, program wajib militer di tingkat SMA dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
Dampak Positif
1. Meningkatkan kedisiplinan dan nasionalisme siswa.
2. Mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi situasi darurat.
3. Mengurangi kenakalan remaja seperti tawuran dan balapan liar.
Dampak Negatif
1. Potensi penolakan dari masyarakat yang menganggap program ini terlalu militeristik.
2. Beban keuangan negara untuk menyediakan infrastruktur dan pelatihan.
3. Gangguan pada proses pendidikan dan karier siswa.
BACA JUGA
Song Hangyeom OMEGA X Jalani Wajib Militer Februari 2025
Dedi Mulyadi Rencanakan Wamil untuk SMA di Jawa Barat, Ini Tanggapan Masyarakat
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Pusat
Rencana ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian mendukung program ini sebagai solusi untuk membentuk karakter bela negara dan mengurangi kenakalan remaja. Namun, ada juga yang mempertanyakan efektivitas dan dampak psikologisnya terhadap siswa.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Pendidikan maupun pihak militer terkait rencana ini. Implementasi program ini memerlukan koordinasi dan persetujuan dari pemerintah pusat serta instansi terkait lainnya.
Rencana Dedi Mulyadi untuk memasukkan program wajib militer ke dalam kurikulum SMA di Jawa Barat menimbulkan pro dan kontra.
Meski memiliki potensi untuk membentuk karakter siswa dan mengurangi kenakalan remaja, program ini juga menghadapi tantangan dalam hal implementasi dan penerimaan masyarakat.
Belajar dari pengalaman Korea Selatan, program wajib militer dapat menjadi alat efektif untuk meningkatkan nasionalisme dan kesiapan pertahanan negara.
Namun, diperlukan kajian mendalam dan koordinasi antarinstansi untuk memastikan program ini dapat dijalankan dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi generasi muda Indonesia.
(Magang UKRI-Andari/Aak)