JAKARTA.TM.ID: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyampaikan sistem keuangan Indonesia masih tetap terjaga hingga triwulan III 2023 ditengah meningkatnya peningkatan perekonomian dan pasar keuangan global.
Sri Mulyani menyebutkan, perkembangan ini didukung oleh perekonomian dan sistem keuangan domsetik yang tangguh atas berdaya tahan serta merupakan koordinasi dan sinergi KSSK yang akan terus diperkuat.
“KSSK berkomitmen untuk melanjutkan penguatan koordinasi dan sinergi serta meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan ririko global ke depan, termasuk rambatnnya pada perekonomian dan sektor keuangan domsetik,” kata Sri Mulyani, Jumat (3/11/2023).
Sri Mulyani menyebutkan pertumbuhan ekonomi global melambat dengan semakin meningkatnya pertumbuhan, serta divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 mencapai 3 persen dan melambat pada tahun 2024 menjadi 2,9 persen.
Selanjutnya, perekonomian Amerika Serikat (AS) pada tahun 2023, masih menunjukkan pertumbuhan yang kuat ditopang dengan konsumsi rumah tangga dan sektor jasa.
“Saat ini perekonomian Tiongkok menunjukkan perlambatan dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi dan krisis di sektor properti,” bebernya.
Selain itu, Menkeu menjelaskan, tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi. Hal tersebut dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat ekslasi konflik geopolitik, terjadinya fragmentasi ekonomi dan terjadi fenomena El-Nino.
“Untuk mengendalikan inflasi suku bunga moneter di negara-negara maju termasuk Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan masih tetap berada pada level yang tinggi jangka panjang di negara -negara maju. Khususnya obligasi pemerintahan AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan lama,” ucapnya.
BACA JUGA: Pengamat: Gejolak Ekonomi Global Berdampak pada Investasi Pembangunan IKN
Kemudian, kenaikan suku bunga global diperkirakan akan diikuti dengan kenaikan imbas hasil obligasi tenor jangka panjang di negara -negara maju. Khususnya obligasi pemerintah AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan pemerintah AS dan adanya premi risiko jangka panjang atau term premia.
“Perkembangan ini sudah memicu aliran keluar modal asing dari emergening market ke negara -negara maju yang mendorong penguatan signifikan mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia,” bebernya.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia, diperkirakan baik dan berdaya tahan, ditopang oleh konsumsi swasta yang diperkirakan masih tumbuh kuat, hal ini sejalan dengan indikator keyakinan konsumen yang masih tinggi. Selanjutnya, terkendalinya inflasi dan aktivitas terkait penyelenggaran Pemilu.
“Percepatan belanja APBN diharapkan juga dapat mendorong pemerintah konsumsi dan menjaga daya beli masyarakat,” imbuhnya.
Kemudian, investasi bangunan dan non banggunan memasuki tren peningkatan, seiring dengan kemajuan penyelesaian proyek=proyek strategis nasional. Di sisi lain, aktivitas eskpor nasional mengalami pelemahan sejalan dengan melemahnya perekonomian global.
“Meski begitu, perekonomian nasional masih tetap terjaga kuatnya pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2023 yang diperkirakan pada level 5,1 persen,” ungkapnya.
(Agus Irawan/Budis)