BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo, mengungkapkan alasan ditiadakannya jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di seluruh Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.
Langkah ini diambil karena penjurusan tersebut dianggap mencerminkan ketidakadilan dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam pilihan studi lanjutan di perguruan tinggi.
Menurut Anindito, penjurusan tradisional sering kali membuat para orang tua cenderung memasukkan anak-anak mereka ke jurusan IPA.
“Kalau kita jurusan IPA, kita bisa memilih jurusan lain,” kata Anindito melansir Kompas, Rabu (17/7/2024).
Anindito menjelaskan, orang tua berpikir bahwa dengan masuk jurusan IPA, anak-anak mereka akan memiliki lebih banyak pilihan program studi (prodi) saat masuk perguruan tinggi.
Akibatnya, banyak siswa IPA yang mengambil prodi yang biasa didaftarkan oleh siswa jurusan IPS dan Bahasa, mengakibatkan kuota untuk siswa IPS dan Bahasa semakin menipis.
Untuk mengatasi ketidakadilan ini, Kemendikbud Ristek menghapus penjurusan dan menggantinya dengan sistem pemilihan mata pelajaran sesuai minat siswa.
Perubahan ini tertuang dalam Kurikulum Merdeka yang fokus mengembangkan minat dan bakat siswa hingga kelas 10, kemudian melakukan pemilihan mata pelajaran pada kelas 11.
“Baru kelas 11-12 mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat. Kita sediakan asesmen bakat minat,” ujar Anindito.
Anindito menegaskan, tanpa penjurusan, siswa tetap dapat fokus belajar sesuai keinginan mereka untuk meraih masa depan yang diimpikan.
Dalam praktiknya, setelah memilih mata pelajaran, siswa akan menjalani pembelajaran wajib di hampir separuh waktu di sekolah, sementara sisanya difokuskan pada pelajaran yang dipilih sesuai minat dan kebutuhan karier mereka.
Langkah penghapusan jurusan ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan merata.
BACA JUGA: Perhatikan, Begini Sistem Penilaian SIMAK UI 2024!
Dengan Kurikulum Merdeka, siswa diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka sejak dini, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang pendidikan lanjutan dan karier mereka.
Sistem ini juga diharapkan dapat mengurangi tekanan yang sering dirasakan oleh siswa dan orang tua terkait pilihan jurusan.
Dengan fokus pada minat dan bakat, siswa diharapkan lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Meskipun perubahan ini menjanjikan banyak manfaat, ada tantangan yang perlu diatasi.
Salah satunya adalah memastikan bahwa semua sekolah memiliki sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk mendukung sistem baru ini.
Selain itu, guru perlu mendapatkan pelatihan yang tepat untuk mengadaptasi metode pengajaran yang sesuai dengan Kurikulum Merdeka.
“Dengan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengejar minat dan bakat mereka, kita berharap dapat mencetak generasi yang lebih kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan,” tukasnya.
(Budis)