BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Jagat media sosial kembali digegerkan oleh sebuah video berdurasi singkat yang memperlihatkan seorang pria mengklaim bahwa dokter di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (RSP Unhas) menolak memberikan penanganan pada pasien dalam kondisi kritis.
Video yang beredar luas itu langsung menuai hujan komentar dan kecaman dari publik. Tak sedikit yang langsung membentuk opini negatif terhadap rumah sakit rujukan pendidikan tersebut. Narasi yang disampaikan pun mengarah pada dugaan pelanggaran kode etik dan kemanusiaan di sektor layanan kesehatan.
Namun, setelah dilakukan penelusuran lebih dalam oleh tim redaksi dan didukung klarifikasi resmi dari pihak rumah sakit, fakta sebenarnya justru sangat berbeda dari yang digambarkan di video viral tersebut.
Kronologi Sebenarnya
Insiden ini terjadi pada Senin malam, 28 April 2025, sekitar pukul 21.30 WITA. Seorang pasien perempuan datang menggunakan ambulans ke IGD RSP Unhas. Saat itu, kondisi IGD sedang dalam keadaan penuh bahkan dua pasien lainnya masih dirawat di luar karena belum tersedia tempat di dalam ruangan.
Namun demikian, sesuai dengan prinsip layanan medis darurat, pasien tidak dibiarkan begitu saja. Petugas medis dengan sigap langsung melakukan pemeriksaan vital di atas brankar ambulans.
“Pasien langsung diperiksa kondisi vitalnya oleh perawat, meski masih berada di atas brankar ambulans,” terang perwakilan rumah sakit dalam konferensi pers.
Tak lama kemudian, seorang dokter datang untuk melakukan tindak lanjut. Ia memeriksa kondisi pasien, mencatat riwayat medis, serta berdiskusi dengan keluarga untuk memahami keluhan utama. Semua proses berlangsung sesuai prosedur medis standar.
Pasien Bukan Kritis, Masih Bisa Merespons
Dari hasil pemeriksaan awal, diketahui bahwa pasien merupakan pasien rawat jalan RSP Unhas yang tengah menjalani pengobatan terkait keluhan di bagian lutut.
Bahkan, pasien tersebut sudah memiliki jadwal untuk pemeriksaan lanjutan di Poli Penyakit Dalam keesokan harinya.
“Menurut penilaian dokter, pasien berada dalam kondisi lemas tetapi tidak tergolong kritis. Pasien masih mampu merespons panggilan dengan membuka mata,” ungkap dokter jaga malam itu.
Video viral yang menyudutkan RSP Unhas jelas menyampaikan informasi yang tidak utuh dan menyesatkan. Bahkan, pihak rumah sakit sudah menunjukkan rekaman CCTV dan keterangan saksi yang memperkuat kronologi sebenarnya.
Fenomena ini kembali mengingatkan kita bahwa tak semua video viral di media sosial mencerminkan realitas yang sebenarnya. Sebagai masyarakat digital yang cerdas, penting untuk mencari klarifikasi dan konfirmasi sebelum membentuk opini.
RSP Unhas pun mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dan lebih bijak dalam menyebarkan informasi. Layanan kesehatan adalah ranah yang sensitif, dan penyebaran informasi yang keliru bisa berdampak besar, baik pada rumah sakit maupun pasien.
(Hafidah Rismayanti/Budis)