BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Masyarakat Indonesia tengah digemparkan oleh temuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Kasus ini bahkan telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur, dengan enam terdakwa yang terlibat. Sementara itu, seorang tersangka bernama Edy masih dalam pencarian dan berstatus buronan (DPO).
Sebuah unggahan di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) turut memanaskan isu ini. Unggahan tersebut memperlihatkan pasangan yang berpose dengan latar belakang pegunungan dan tanaman hijau yang diklaim sebagai ladang ganja di Bromo. Unggahan itu pun disertai dengan narasi yang berbunyi:
“Foto termahal lokasi Bromo.”
Namun, apakah klaim ini benar adanya?
BACA JUGA:
Fakta di Balik Foto yang Beredar
Tim Cek Fakta dari Teropongmedia.id melakukan investigasi menggunakan teknologi pendeteksi Artificial Intelligence (AI) Hive Moderation untuk menganalisis keaslian foto tersebut.
Hasilnya, gambar tersebut teridentifikasi sebagai 95,6 persen deepfake atau buatan AI. Dengan kata lain, foto itu tidak asli dan telah mengalami manipulasi digital.
Selain itu, unggahan tersebut mengandung unsur satire yang bertujuan untuk menyindir fenomena yang tengah terjadi, yakni temuan ladang ganja di kawasan TNBTS.
Satire sendiri merupakan bentuk parodi yang menyerupai berita asli, tetapi dibuat dengan tujuan menyindir individu atau kelompok tertentu menggunakan ironi dan sarkasme.
Konten satire sebenarnya tidak berbahaya jika dipahami dengan benar, namun kerap kali menyesatkan bagi mereka yang tidak dapat membedakan antara fakta dan fiksi.
Beberapa situs berita satire memang sengaja mengangkat isu-isu aktual dengan balutan humor atau kritik sosial. Sayangnya, tidak sedikit pembaca yang mempercayai informasi semacam ini sebagai fakta tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.
Meningkatnya penggunaan AI dalam pembuatan konten visual dan berita palsu menjadi tantangan baru dalam dunia digital. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih berhati-hati dalam menerima dan membagikan informasi, terutama jika berasal dari sumber yang tidak jelas kredibilitasnya.
(Hafidah Rismayanti/Aak)