JAKARTA, TEROPONGMEDIAID — Kesulitan finansial seolah menjadi gelombang Qiancheng, salah satu jaringan dealer otomotif terbesar di Tiongkok, memicu ketegangan antara perusahaan tersebut dengan produsen kendaraan listrik ternama, BYD.
Kedua belah saling melemparkan tuduhan atas penyebab kebangkrutan yang terjadi. Pihak BYD menyalahkan ekspansi agresif dan pengelolaan keuangan yang buruk oleh Qiancheng sebagai faktor utama kegagalan.
Framming BYD dan Qiancheng
Mengutip unggahan Insatgram @tjcarsmedia, langkah bisnis dengan keinginan besar ini, penyebab masalah karena kedisiplinan manajemen keuangan membuat dealer mereka tidak mampu bertahan di tengah persaingan pasar.
Namun, tuduhan itu dibantah oleh Qiancheng. Dalam pernyataan resminya, perusahaan justru menuding perubahan kebijakan BYD sebagai penyebab utama krisis.
Qiancheng menyebut bahwa skema baru yang diberlakukan BYD memperberat arus kas operasional dan mempersempit ruang gerak finansial para dealer.
BACA JUGA:
BYD Terdeteksi Belum Terdaftar PSE Privat, Bisa Terancam Sanksi
Taksiran Harga Chery Tiggo 8, Ini Perbedaannya dengan Versi Pro
Qiancheng juga menyoroti faktor eksternal yang turut memperparah kondisi, termasuk gagalnya beberapa dealer otomotif lain di wilayah Shandong dan kebijakan perbankan yang semakin konservatif, terutama dalam hal pembiayaan otomotif.
Situasi Pasar Tiongkok
Krisis ini turut menyoroti tekanan yang semakin besar di pasar otomotif Tiongkok, terutama bagi dealer tradisional.
Mereka kini tidak hanya menghadapi penurunan daya beli konsumen, tetapi juga perubahan besar dalam pola distribusi kendaraan, yakni pergeseran ke arah model penjualan langsung oleh pabrikan.
Model penjualan langsung ini menekan margin keuntungan dealer konvensional, sekaligus mengurangi peran mereka dalam rantai distribusi.
Dalam jangka panjang, banyak pengamat menilai bahwa dealer tradisional perlu beradaptasi dengan lanskap baru atau menghadapi risiko kebangkrutan seperti yang dialami Qiancheng.
Sejauh ini, belum ada solusi konkret dari kedua belah pihak untuk mengatasi konflik maupun krisis yang sedang berlangsung.
Namun, kejadian ini menjadi peringatan bagi industri otomotif di Tiongkok mengenai pentingnya keseimbangan antara ekspansi bisnis dan keberlanjutan finansial, khususnya dalam era disrupsi digital dan transisi ke kendaraan listrik.
(Saepul)