BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Halim Sanusi membuktikan bahwa belajar tak melulu soal duduk di kelas. Mereka menjalankan Integrasi Mata Kuliah dan Program kerja Himpuan Mahasiswa Prodi Komunikasi (HMPK) ke kawasan Baduy, Banten pada Pada sabtu (12/7/2025).
Bukan sekadar trip akhir semester, kunjungan ini membawa misi kunjungan akademis ke komunitas adat baduy Banten yang melibatkan mahasiswa dari tiga angkatan sekaligus semester 2, 4, dan 6. Total 45 mahasiswa berpartisipasi, didampingi oleh lima dosen serta Kaprodi Komunikasi, Ibu Asmarandani Heryadi Putri S.Sos., M.Sos. CPR., yang turun langsung ke lapangan.
“Kegiatan ini tidak hanya integrasi dari mata kuliah juga tapi sekaligus sebagai refleksi diri dari hingar bingar dunia luar. Mahasiswa saya tidak boleh jadi mahasiswa yang lemah fisik, harus tangguh mental dan stamina,” tegas Asmarandani saat di temui oleh teropongmedia pada Sabtu (12/7/2025).
Baca Juga:
Ritual Seba Baduy, Warga Suarakan Kebutuhan Obat Anti Bisa Ular
Capai 7 Jam Untuk Sampai Baduy Dalam
Yang membuat perjalanan ini begitu spesial adalah tujuan akhirnya tidak hanya sampai di Baduy Luar. Tapi juga hingga Baduy Dalam daerah yang dikenal ketat menjaga tradisi, jauh dari modernitas, dan memegang erat filosofi hidup sederhana. Untuk bisa sampai ke Baduy Dalam, para peserta harus menempuh jalur trekking selama 7 jam dari titik pemberhentian terakhir.
Kegiatan ini tidak hanya memperkenalkan mahasiswa pada praktik komunikasi budaya secara nyata. Tapi juga mengajarkan arti respek, kesabaran, serta memahami komunikasi sebagai proses yang tidak melulu verbal.
“Kami belajar bahwa komunikasi itu bisa terjadi lewat gestur, sikap, dan keberadaan kita di tengah masyarakat adat,” ujar salah satu mahasiswa peserta.
Lebih dari sekadar pengayaan materi kuliah, kegiatan ini menjadi sarana pembentukan karakter baik fisik maupun mental. Universitas Halim Sanusi terus mendorong kegiatan-kegiatan akademik yang membumi, menyentuh langsung masyarakat, dan membekali mahasiswa dengan pengalaman lapangan yang autentik.
(Hafidah Rismayanti/Budis)