BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto mengatakan, upaya mitigasi perubahan iklim melalui proyek pembiayaan ekosistem biru diharapkan dapat memberikan dampak positif pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Menurut ia, ekosistem karbon biru, seperti mangrove, lamun (seagrass), dan rawa-rawa menyimpan sejumlah besar karbon global yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim. Namun, simpanan karbon ini bisa terganggu akibat aktivitas manusia yang merusak ekosistem tersebut.
“Ekosistem ini tidak hanya memberikan keuntungan dalam mitigasi perubahan iklim, tetapi juga proteksi terhadap dampak perubahan iklim, habitat bagi perikanan, peningkatan biodiversitas, dan penghidupan bagi jutaan orang yang bergantung pada komunitas pantai,” kata Joko dalam acara Paviliun Indonesia COP29: Innovative Financing to Scaling Up Blue Financing yang disiarkan di Jakarta, Sabtu (16/11/2024).
Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya mencari solusi pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan untuk memanfaatkan berbagai manfaat dari ekosistem karbon biru.
Joko juga menyoroti peran besar ekosistem karbon biru dalam mitigasi perubahan iklim. Sebagai ekosistem yang mampu menyerap karbon dalam jumlah besar, mangrove, lamun, dan rawa-rawa memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan iklim global.
Namun, kerusakan pada ekosistem ini dapat menyebabkan pelepasan karbon yang tersimpan, memperburuk dampak perubahan iklim.
Indonesia, dengan kekayaan ekosistem karbon biru yang dimiliki, berpotensi besar untuk mengurangi emisi karbon melalui konservasi dan rehabilitasi mangrove dan seagrass.
Indonesia memiliki sekitar 3,4 juta hektare mangrove dan 1,8 juta hektare seagrass, yang sangat berpotensi untuk mendukung upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.
Indonesia terus berinovasi dalam pengelolaan ekosistem karbon biru dengan memanfaatkan mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan.
BACA JUGA: Iklim Global Mendidih, Sekjen PBB Sebut Bumi di Ambang Kehancuran
Salah satu terobosan terbaru adalah Indonesia Coral Bond, sebuah instrumen finansial non-hutang yang diciptakan melalui kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bank Dunia.
Coral Bond dirancang untuk meningkatkan potensi ekosistem karbon biru di Indonesia, yang diyakini mampu memberikan kontribusi lebih besar daripada hutan tropis dalam hal tindakan iklim.
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Hendra Yusran Siri, menjelaskan bahwa Coral Bond akan diluncurkan pada tahun depan dengan tujuan untuk mendanai upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem biru.
“Kami akan meluncurkannya tahun depan untuk lima tahun, dengan harapan instrumen ini bisa meningkatkan keberlanjutan ekosistem karbon biru di Indonesia,” kata Hendra.
Proyek pembiayaan ekosistem biru ini diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen.
Konservasi ekosistem karbon biru bukan hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat pesisir, meningkatkan sektor perikanan, dan mengembangkan pariwisata berbasis alam yang ramah lingkungan.
Indonesia terus berkomitmen untuk menghadapi tantangan perubahan iklim sesuai dengan Perjanjian Paris dengan memperkenalkan dana lingkungan hidup pada 2019. Dana ini dirancang untuk menjadi mekanisme finansial yang transparan dan akuntabel, dengan tujuan untuk menggabungkan sumber daya publik dan swasta guna mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan konservasi alam.
(Budis)