BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri merupakan tradisi tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat Padukuhan Mancingan, Parangtritis, Bantul, DI Yogyakarta.
Upacara ini adalah wujud rasa syukur masyarakat atas berkah alam yang melimpah, baik dari hasil pertanian maupun laut. Dengan rangkaian acara yang penuh makna, Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri berhasil menjadi daya tarik wisata yang tak hanya menarik perhatian masyarakat setempat, namun juga para wisatawan domestik maupun mancanegara.
Ketahui dalam artikel ini untuk mengetahuinya!
Makna Filosofis
Upacara Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri mengandung makna filosofis yang mendalam. Secara etimologis, “Bekti” berarti berbakti atau patuh, “Pertiwi” bermakna bumi, “Pisungsung” diartikan sebagai persembahan, dan “Jaladri” merujuk pada laut atau samudra.
Ketika semua kata tersebut digabungkan, maknanya adalah “persembahan untuk berbakti kepada Ibu Pertiwi” sebagai ungkapan syukur atas keberkahan yang alam semesta berikan.
Simbolisasi Dewi Sri dalam Upacara
Pada upacara ini, Dewi Sri menjadi simbol utama yang menggambarkan kesuburan dan kemakmuran. Masyarakat Padukuhan Mancingan percaya bahwa Dewi Sri adalah pelindung hasil bumi, terutama padi. Tak heran jika dalam prosesi upacara, simbol Dewi Sri diwakili oleh hasil panen padi yang melimpah.
Dewi Sri tak hanya dianggap sebagai dewi pertanian, tetapi juga simbol dari seluruh hasil bumi secara umum. Dengan menghadirkan Dewi Sri dalam upacara, masyarakat berharap agar panen mereka selalu berlimpah dan terhindar dari kegagalan. Tak hanya itu, Dewi Sri juga mampu melindungi masyarakat dari berbagai bencana yang mengancam hasil pertanian.
Proses dan Rangkaian
1. Kirab Budaya dari Joglo Pariwisata ke Cepuri Pantai Parangkusumo
Rangkaian upacara Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri mulai dengan kirab budaya yang diikuti oleh seluruh masyarakat Padukuhan Mancingan. Kirab ini mulai dari Joglo Pariwisata, yang terletak di Pantai Parangtritis, menuju Cepuri di Pantai Parangkusumo.
Para peserta kirab mengenakan pakaian adat Yogyakarta yang lengkap dan membawa berbagai ubarampe (perlengkapan upacara) seperti pakaian adat, jarik, hingga buah-buahan.
Sepanjang kirab, para peserta berjalan dengan khidmat di tepi pantai, sembari membawa persembahan yang akan dilarung di Pantai Parangkusumo. Kirab ini menjadi momen yang sakral dan mencerminkan keharmonisan antara manusia dengan alam.
2. Melarung Ubarampe di Pantai Parangkusumo
Setibanya di Cepuri Parangkusumo, prosesi upacara lanjut dengan melarung atau labuhan berbagai ubarampe yang telah dibawa. Proses larung ini dengan mengirimkan berbagai persembahan ke laut sebagai simbol penyerahan diri kepada alam dan Tuhan Yang Maha Esa.
Melarung juga bermakna sebagai ungkapan permohonan agar alam senantiasa memberikan keberkahan bagi kehidupan masyarakat.
BACA JUGA: Munjungan, Tradisi Penghormatan kepada Leluhur di Indramayu
3. Pagelaran Wayang Kulit sebagai Penutup Upacara
Sebagai penutup, ada pertunjukan wayang kulit yang biasanya berlangsung hingga larut malam. Wayang kulit ini tidak hanya menjadi hiburan bagi masyarakat, tetapi juga sarana penyampaian pesan-pesan moral dan spiritual.
Pagelaran ini juga mencerminkan kekayaan budaya Jawa yang sangat kental dalam tradisi Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri.
(Kaje/Budis)