BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Bahasa Sunda bukan hanya alat komunikasi bagi jutaan orang di Jawa Barat, tetapi juga identitas dan warisan takbenda yang sangat cocok untuk diakui secara resmi. Sejumlah fakta ilmiah dan kebudayaan mendukung pengakuan ini.
Menurut Marlia (2021) dalam Artikulasi: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Sunda digunakan secara aktif di lingkungan keluarga, lintas generasi, dan berbagai strata sosial. Ini menunjukkan bahwa bahasa ini telah diteruskan secara alami dari orang tua ke anak tanpa dipaksakan.
Sementara itu, Suherman (2012) dalam jurnal Sosiohumanika menjelaskan bahwa Bahasa Sunda mampu menyerap kosakata dari Bahasa Arab sejak masa penyebaran Islam—misalnya kata “rahmat”, “khotbah”, dan “do’a”—namun tetap mempertahankan fonologi khas Sunda. Ini menandakan fleksibilitas sekaligus daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh asing.
Selain itu, Bahasa Sunda memiliki sistem tingkatan tutur—mulai dari loma (biasa), sedeng (menengah), hingga lemes (halus)—yang mencerminkan tata krama dan penghormatan dalam interaksi sosial. Struktur seperti ini tidak dimiliki banyak bahasa daerah sehingga menjadi salah satu nilai tambah yang memperkaya budaya ujar masyarakat Sunda.
Bahasa Sunda juga memiliki aksara sendiri yang pernah digunakan untuk menulis naskah-naskah kuno seperti Carita Parahyangan, Amanat Galunggung, dan Bujangga Manik. Banyak tulisan ini disimpan di kabuyutan seperti Ciburuy dan Galunggung, menjadi bukti otentik bahwa bahasa ini juga hidup secara tertulis sejak ratusan tahun lalu.
Pelestarian juga terlihat dari edukasi bahasa Sunda di sekolah dan komunitas lokal. Tak jarang anak-anak diajarkan menulis aksara Sunda, menulis pantun Sunda, dan memproduksi konten kreatif berbahasa Sunda di media sosial.
BACA JUGA
9 Peribahasa Sunda dan Makna Tersiratnya
Pacu Jalur Ternyata Berstatus Warisan Budaya Takbenda Nasional
Dari segi budaya dan identitas, Bahasa Sunda memenuhi kriteria Warisan Budaya Takbenda berdasarkan arahan UNESCO dan pemerintah RI: diteruskan antargenerasi, menjadi identitas etnik kolektif, terdokumentasi dalam berbagai bentuk, hingga memiliki peran diplomasi budaya dan simbol lokal.
Dengan bukti kuat ini, pengakuan Bahasa Sunda sebagai Warisan Budaya Takbenda bukanlah usulan kosong, melainkan sebuah kenyataan yang pantas dirayakan dan diperjuangkan bersama.
Sumber: Ajip Rosidi, Dunia Pustaka Jaya; Suherman, A. (2012), Sosiohumanika.
(Daniel Oktorio Saragih/Magang/Aak)