BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai penerapan Peraturan Polri Nomor 3 Tahun 2025 bisa membatasi kebebasan pers.
Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana, mengatakan bahwa jurnalis asing sebenarnya dapat melakukan liputan di Indonesia cukup dengan visa jurnalis. Sebelumnya, Polri merilis ketentuan yang mewajibkan jurnalis asing memiliki surat keterangan kepolisian. Ketentuan tersebut tertulis dalam Pasal 5 Ayat 1 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Nomor 3 Tahun 2025.
Aturan berjudul Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing itu ditetapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 10 Maret 2025. Pasal 5 ayat 1 poin b menjelaskan bahwa penerbitan surat keterangan kepolisian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian pada lokasi tertentu merupakan bentuk pengawasan administratif.
BACA JUGA:
Cek Bandara Soetta, Kapolri Instruksikan Jajaran Rutin Patroli Pastikan Pemudik Aman-Nyaman
Keluarga Minta Usut Tuntas Cairan Putih dan Luka di Kemaluan Jurnalis Banjarbaru
Bayu mengatakan, pembentukan Peraturan Polri Nomor 3/2025 itu hanya merujuk pada Undang-Undang Kepolisian tanpa mengacu pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang seharusnya menjadi dasar utama dalam regulasi terkait pers.
“Artinya Peraturan Polisi ini cacat hukum,” kata Bayu mengutip katadata,Jumat 4/4/2026).
Bayu mengatakan, kewajiban bagi jurnalis asing untuk memiliki surat keterangan polisi juga membuka potensi membuat tumpang tindih wewenang antara Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dengan pihak polisi.
“Polisi sebaiknya tidak overlapping dengan wewenang lembaga lain,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, peraturan polisi ini bisa mempersulit peneliti asing karena harus mempunyai surat keterangan polisi. Dampak luasnya, kata Bayu, Indonesia akan dianggap negara yang makin tidak demokratis.
“Ini akan menurunkan kepercayaan investor asing, jika negara tidak demokratis, persnya tidak bebas, maka investasi juga tidak aman,” ujarnya.
Sentimen negatif serupa juga disuarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, memandang penerbitan Peraturan Polri Nomor 3/2025 merupakan bentuk intervensi berlebihan negara terhadap kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.
Menurutnya, pengawasan jurnalistik asing merupakan kewenangan Dewan Pers melalui Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran jo PP 49/2005 yang mengatur perizinan aktivitas jurnalistik dibawah kewenangan menteri.
Kewajiban penerbitan izin juga berpotensi mendatangkan dampak ikutan, antara lain membatasi aktivitas jurnalistik di wilayah tertentu hingga menghilangkan pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang kontroversial.
“Kita tidak boleh menutup ruang bagi jurnalis asing mengakses informasi dan mengawasi kebijakan pemerintah, terkhusus yang potensial melanggar HAM, terhadap pembangunan dan lingkungan,” kata Mustafa
(Usk)