BANDUNG,TM.ID: Epilepsi adalah gangguan kelistrikan otak dengan gejala otot mengalami kejang-kejang, mata melirik ke atas disertai mulut berbuih.
Simak ulasan mengenai epilepsi yang diderita Lisa Rumbewas semasa hidupnya. Atlet nasional putri untuk olahraga angkat besi ini telah meninggal dunia pada Minggu, 14 Januari 2024 dinihari.
Kabar duka tengah menyelimuti kancah olahraga Indonesia atas berpulangnya atlet legendaris Tanah Air, Raema Lisa Rumbewas di usianya yang ke 43.
Lisa mengembuskan nafas terkahirnya di RSUD Jayapura, Papua, Minggu (14/1), pukul 03.00 WIT atau pukul 01.00 WIB.
Belum diperoleh keterangan mengenai penyebab meninggalnya Lisa secara detail, tetapi ia dikabarkan meninggal karena sakit.
Semasa hidup, Lisa Rumbewas dengan kekuatan ototnya telah berhasil mengharumkan dunia olahraga Indonesia di level dunia.
Lisa merupakan lifter puteri Indonesia yang merhasil merebut tiga medali Olimpiade.
Namun beredar kabar bahwa Lisa mempunyai riwayat epilepsi dan nyeri lutut. Bahkan semasa Lisa masih aktif sebagai atlet, keluhan nyeri otot pernah dialamainya pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 Riau.
Sementara, epilepsi pernah kambuh pada saat Lisa menerima pengalungan medali di 2017. Lisa tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri di atas panggung sesaat setelah dikalungi medali oleh Ketua Umum KOI (Komite Olimpiade Indonesia), Erick Thohir.
BACA JUGA: Lisa Rumbewas, Lifter Legendaris Putri Indonesia Meninggal Dunia
Sekilas tentang Epilepsi
Dikutip dari laman fkkmk.ugm.ac.id, gejala epilepsi yang paling khas biasanya penderita mengalami kejang yang kelojotan.
dr. Atitya Fithri Khairani, MSc., Sp.S(K) selaku Dosen Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UGM, menjelaskan bahwa epilepsi merupakan gangguan sel-sel otak akibat aktivasi kelistrikan yang berlebihan di otak.
Dikatakan, bentuk kejang bermacam-macam, tidak semua kejang dikarenakan epilepsi. Kejang epilepsi atas diagnosis dokter spesialis saraf, sehingga pasien minum obat dalam jangka panjang.
Selain kelojotan, lanjut Atitya, ciri-ciri lain kejang epilepsi adalah mulut berbuih dan mata melirik ke atas.
“Penyebab epilepsi karena murni kelistrikan yang berlebih, biasanya terjadi pada usia dibawah 25 tahun,” kata Atitya.
Sedangkan, lanjut dia, epilepsi pada usia dewasa bisa disebabkan karena hal lain, seperti post trauma, stroke, tumor otak atau penyebab lainnya.
“Umumnya kecapekan, banyak pikiran dan cahaya menjadi pemicu kejang pada penderita epilepsi. Beberapa pasien epilepsi sangat sensitif terhadap cahaya, seperti cahaya handphone/TV/matahari, disarankan memakai kacamata hitam,” katanya.
Atitya menegaskan, apabila terjadi kejang pada anak jangan sampai dibiarkan terlalu lama karena akan mengganggu aliran darah ke otak yang menyebabkan otak kekurangan oksigen.
“Hal ini akan berefek pada sel-sel otak. Jika dibiarkan dan berulang terus akan mengganggu fungsi otak,” jelasnya.
Tips Menangani Orang yang Mengalami Kejang Epilepsi
Apabila menemukan seseorang kejang epilepsi di sekolah atau tempat lain, Atitya menyarankan agar kita segera mengamankan bagian kepala terlebih dahulu dengan menyandarkannya ke media yang empuk, seperti bantal, jaket yang dilipat.
“Jangan ditahan kejangnya, dan ditemani hingga sadar,” tegas dia.
Apabila kejang epilepsi ini terjadi lebih dari 2-3 menit, agar pasien secepatnya dibawa ke rumah sakit.
Ia juga menekankan agar semua orang untuk menghindari mitos-mitos seputar epilepsi, seperti epilepsi menular melalui buih dan menurun secara genetik.
(Aak)