JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Presiden Prabowo Subianto menegaskan ambisinya untuk mewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027 atau 2028. Target tersebut disampaikan dalam pidato Nota Keuangan 2026 di hadapan MPR dan DPR pada Minggu (17/8/2025).
Namun, sejumlah ekonom menilai langkah tersebut sulit terealisasi, mengingat kondisi fiskal Indonesia yang masih menghadapi tantangan besar.
Defisit Bukan Masalah Selama Sehat
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai APBN justru harus menjadi instrumen untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan, meskipun berujung pada defisit.
“Asal defisit tersebut masih di level yang sehat sekitar 2 persen dan pemerintah dapat me-manage utang yang menjadi pendanaan defisit, maka defisit bukanlah isu besar,” kata Wija, dikutip dari kumparan, Senin (18/8/2025).
Ia menyatakan, bahwa mayoritas negara di dunia juga mengalami defisit. Hanya negara kaya sumber daya dengan jumlah penduduk kecil seperti Uni Emirat Arab, Brunei, Norwegia, Qatar, Kuwait, dan Libya yang mampu konsisten mencatatkan surplus.
Motivasi Politik atau Realistis?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyebut target defisit nol lebih dekat pada motivasi politik ketimbang kebijakan yang realistis.
Menurutnya, Indonesia masih sangat membutuhkan APBN sebagai alat pemerataan, khususnya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Lebih baik kita defisit tetapi berinvestasi secara serius pada peningkatan kualitas SDM daripada surplus tetapi SDM kita tidak berdaya saing,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai defisit APBN hampir mustahil dihilangkan dalam waktu dekat karena struktur fiskal Indonesia yang cenderung ekspansif.
“Defisit APBN masih akan terjadi sampai tahun 2027/2028 nanti karena rezim defisit fiskal. Kecuali, ada kemampuan swasta dan masyarakat untuk memberikan stimulus perekonomian,” jelas Huda.
Baca Juga:
Tepat HUT ke-80 RI, QRIS Resmi Digunakan di Jepang
Drama Ekonomi Politik 80 Tahun Indonesia Merdeka, Rezim Soeharto ke Hartono Bersaudara
APBN 2026
Pemerintah menargetkan belanja negara sebesar Rp 3.786,5 triliun dengan pendapatan Rp 3.147,7 triliun dalam RAPBN 2026. Artinya, masih ada defisit Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Prabowo menekankan komitmennya untuk melakukan efisiensi dan mengurangi defisit secara bertahap. Bahkan, ia menaruh harapan besar agar dalam dua tahun ke depan APBN bisa benar-benar seimbang.
“Dan adalah harapan saya, adalah cita-cita saya untuk suatu saat, apakah dalam 2027 atau 2028, saya ingin berdiri di depan majelis ini, di podium ini untuk menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” ucap Prabowo.
Meski penuh optimisme, realisasi APBN tanpa defisit bukan perkara mudah. Pendapatan negara masih bergantung pada penerimaan pajak yang belum optimal, sementara belanja negara terus meningkat untuk mendukung pembangunan, subsidi, serta program strategis nasional.
Dengan demikian, ambisi Presiden Prabowo bisa menjadi momentum reformasi fiskal, tetapi para ekonom menilai perlu kehati-hatian agar target ambisius tidak mengorbankan kualitas pembangunan.
(Dist)