JAKARTA,TM.ID: Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah terus menelusuri data korban pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga mereka dapat menerima manfaat berbagai program pemulihan hak sebagaimana yang diumumkan Presiden RI Joko Widodo di Aceh, Senin (27/6/2023).
Bambang mengusulkan pemerintah berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mempercepat proses penelusuran dan verifikasi data korban.
“(Terkait itu, saya) meminta pemerintah berkoordinasi dengan Komnas HAM dalam melakukan pendataan lanjutan terkait korban yang masih belum terdata dan segera memvalidasinya,” kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MPR RI memberikan dukungannya kepada pemerintah untuk menjalankan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) yang dibentuk oleh Presiden RI Joko Widodo pada 2022.
“(Saya) mendukung program tersebut dan meminta pemerintah agar menerapkan secara maksimal program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat (salah satunya) di Provinsi Aceh, di Rumah Geudong, Pidie, agar (korban) mendapatkan hasil yang berkeadilan,” kata Bamsoet.
Dia juga mengingatkan pemerintah agar tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia terutama dalam melaksanakan rekomendasi penyelesaian nonyudisial dari Tim PP HAM.
Terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Aceh, terutama yang terjadi saat wilayah itu ditetapkan sebagai daerah operasi militer (DOM), Bamsoet meminta pemerintah juga memperhatikan nasib eks tahanan politik dan masyarakat sipil yang terkena dampak kekerasan/konflik.
“(Saya) meminta pemerintah agar mengalokasikan dana untuk rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik HAM dan mengalokasikan tanah pertanian serta dana yang memadai kepada pemerintah daerah di Aceh guna memperlancar reintegrasi mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke dalam masyarakat, dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak,” kata Ketua MPR RI.
Bamsoet juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Aceh membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.
Terakhir, dia memuji langkah pemerintah terkait penyelesaian nonyudisial untuk pelanggaran HAM berat masa lalu karena itu menjadi terobosan yang sangat maju, dan menjadi bentuk penghormatan negara terhadap penegakan HAM di Indonesia.
Presiden RI Joko Widodo di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa, meluncurkan Program Pelaksanaan Rekomendasi Tim PP HAM yang ditujukan kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Semoga proses yang baik ini menjadi pembuka jalan bagi upaya-upaya untuk menyembuhkan luka-luka yang ada, awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera di atas pondasi perlindungan dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia dan kemanusiaan,” kata Presiden RI.
Setidaknya ada 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui oleh pemerintah, yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, ada Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
BACA JUGA: Beking Ponpes Al Zaytun Orang Istana? Jokowi Pasang Badan
(Dist)